Lima belas tahun yang lalu, biasanya kau menyapaku. Saat jam istirahat atau saat aku mau pulang sekolah. Aku tak tahu, kenapa kau lakukan itu.Â
Yang kuingat, di sekolah kita masih ada beberapa guru yang masih single. Baik guru lelaki ataupun perempuan. Sudah pasti, para senior sering menebak-nebak, adakah salah satu yang bisa berjodoh di tempat kerja kita.Â
Aku sendiri tak membatasi, dengan siapa aku mengobrol. Denganmu, Pak Udin atau Pak Tri. Kalau dengan sesama guru perempuan, pasti lebih sering. Yang kami bicarakan lebih banyak tentang pekerjaan. Saling tukar pikiran tentang pengelolaan kelas dan segala hal yang berhubungan dengan siswa.
Kalau dengan Pak Udin, kami mengobrol tentang teman kuliahku, Titik, yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumah Pak Udin. Aku bisa ambil kesimpulan kalau antara Pak Udin dan Titik saling tertarik.
Namun akhirnya hubungan mereka kandas. Entah apa penyebabnya. Kemungkinan karena Titik mengambil keputusan untuk melamar pendaftaran CPNS di Kalimantan. Sementara Pak Udin waktu itu sudah CPNS di Jogja ini.Â
Tak lama, kami sering mengobrol. Tetapi aku membatasi komunikasi dengan Pak Udin. Aku tak mau kalau aku bermasalah dengan Titik nantinya. Dan kami membicarakan teman kuliah lainnya, Atin.Â
Pak Udin tertarik dengan nama Atin.
"Kalau sama Mbak Tiara lebih manis siapa?" tanya Pak Udin waktu itu.
Agak aneh juga ketika dia menanyakan perihal fisik. Tapi memang wajar sih. Aku waktu itu belum bisa menunjukkan foto Atin karena beberapa alasan. HPku waktu itu belum ada aplikasi kamera. Sementara untuk membawa foto cetak, rasanya malas juga.Â
Akhirnya kuberikan alamat Atin kepada Pak Udin. Itu atas izin Atin. Tak mungkin kan kalau aku lancang memberikan alamat rumahnya. Sebelumnya, aku mengomunikasikan ke Atin kalau Pak Udin mau mengenalnya lebih jauh.