Tak perlu membuang waktu lama, Pak Udin ke rumah Atin. Dari cerita Pak Udin sih dia tersesat beberapa kali sampai akhirnya dia menemukan rumah Atin.Â
Saat mendengar cerita itu aku merasa tak enak hati karena sebelumnya aku sudah diomeli Atin. Tak jauh beda dengan Pak Udin. Di benak Atin mungkin terbayang kalau Pak Udin adalah sosok yang menjadi impiannya.
Aku tahu kalau aku salah. Tetapi kukira mereka punya kriteria pasangan yang lumayan tinggi. Tak bisa menurunkan kriteria. Maklum mereka sama-sama mahasiswa yang termasuk cerdas di masanya.Â
Kalau kau tanya, kenapa aku tak mau dekat dengan Pak Udin. Alasanku tadi sudah kukatakan. Aku tak mau kalau nantinya bermasalah dengan Titik. Itu alasan sekunder.
Lalu apa alasan utama atau alasan pokoknya? Waktu itu aku masih berharap dengan seorang lelaki yang berprofesi sebagai prajurit.Â
Dari fisiknya sih biasa, tapi kami merasa cocok satu sama lain. Namun dalam perjalanannya kami saling salah paham. Mungkin karena menjalani hubungan jarak jauh dan dari hati kecilku berbicara kalau rasanya tak mungkin kalau aku bersamanya. Akan ada pertentangan dari mama-papa.
Kesalahpahaman itu kuharap masih bisa kami selesaikan. Meski rasa pesimis akan hubungan kami tetap ada.
Dengan Pak Tri, aku juga sering diajak ngobrol. Tentang teman kerjanya yang kebetulan tetanggaku. Tetapi dia belum pernah ke rumah tetanggaku. Kurasa bukan karena apa-apa, tetapi dia kurang inisiatif. Aku akan merasa kasihan juga kalau tetanggaku bisa berjodoh dengannya. Hehehe.
Eh, tapi siswa-siswa pernah berkomentar kalau aku sebaiknya dekat dengan Pak Tri. Langsung saja kujawab kalau Pak Tri dekat dengan tetangga.Â
"Tapi Pak Tri itu ganteng lho, Bu Tiara," seloroh beberapa siswa kepadaku.
Siswa di mana saja ya sama. Melihat guru single ya langsung saja pingin menjodohkan.Â