Hal terpenting ketika saya dipercaya untuk menjadi juri lomba, saya hilangkan subjektivitas. Saya benar-benar objektif dalam menyimak para peserta lomba saat membacakan materi lomba. Kriteria penilaian harus saya kuasai. Mulai dari lagu, makhraj, adab dan sebagainya.Â
Saya bersyukur, saat sekolah dulu sering menjadi duta sekolah untuk cabang lomba yang sama. Jadi, saya tahu hal apa saja yang harus diperhatikan saat menjadi juri lomba MTQ.
Dulu saya sering diajari oleh guru yang melatih MTQ bagaimana adab membawa Al Qur'an, sikap saat lomba dan sebagainya.Â
Meski begitu, menjadi juri lomba MTQ bukan perkara yang mudah. Paling tidak, juri harus tahu beda antara tilawah dan Tartil karena tidak semua orang bisa membedakan. Terbukti saat lomba MTQ berlangsung, ternyata ada peserta yang suara bening, dan makhrajnya bagus. Akan tetapi lagu yang dibawakan tepat untuk lomba Tartil Al Quran.
Jujur saja, juri lain ---juri tiap cabang lomba ada tiga orang--- memberikan nilai yang sama dengan nilai peserta lain. Meski saat menyimak saya dan teman juri lain itu sempat mengobrol kalau peserta tadi salah masuk cabang lomba. Dia bukan membaca tilawah tetapi Tartil, begitu inti percakapan kami.
Pada akhirnya, saya dan juri lainnya memutuskan untuk menjadikan peserta yang salah masuk cabang lomba itu menjadi Juara II. Padahal peserta yang menjadi Juara I suaranya belum begitu maksimal.
Mengapa kami mengambil keputusan tersebut? Alasan utama, kami tidak mau mempermalukan diri dan penyelenggara lomba MTQ di tingkat Gugus. Kalau kami nekad memenangkan peserta yang salah masuk cabang lomba tadi, sudah pasti di tingkat Kapanewon atau kecamatan akan tersingkir duluan. Kami menghindari pandangan bahwa juri MTQ tingkat Gugus tidak tahu tilawah.
Kami percaya bahwa peserta yang menjadi juara I di tingkat Gugus bisa berlatih maksimal, bagaimanapun hasilnya nanti. Paling tidak, peserta ini tinggal memoles dan membenahi lagu dalam tilawahnya. Kami tinggal memberikan masukan kepada guru atau pelatihnya lebih maksimal dalam melatih anak didiknya.
Branjang, 29 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H