Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Guru Kelas Menjadi Juri Lomba Keagamaan (MTQ), Bagaimana Nih?

29 September 2023   19:29 Diperbarui: 29 September 2023   19:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal terpenting ketika saya dipercaya untuk menjadi juri lomba, saya hilangkan subjektivitas. Saya benar-benar objektif dalam menyimak para peserta lomba saat membacakan materi lomba. Kriteria penilaian harus saya kuasai. Mulai dari lagu, makhraj, adab dan sebagainya. 

Saya bersyukur, saat sekolah dulu sering menjadi duta sekolah untuk cabang lomba yang sama. Jadi, saya tahu hal apa saja yang harus diperhatikan saat menjadi juri lomba MTQ.

Dulu saya sering diajari oleh guru yang melatih MTQ bagaimana adab membawa Al Qur'an, sikap saat lomba dan sebagainya. 

Meski begitu, menjadi juri lomba MTQ bukan perkara yang mudah. Paling tidak, juri harus tahu beda antara tilawah dan Tartil karena tidak semua orang bisa membedakan. Terbukti saat lomba MTQ berlangsung, ternyata ada peserta yang suara bening, dan makhrajnya bagus. Akan tetapi lagu yang dibawakan tepat untuk lomba Tartil Al Quran.

Jujur saja, juri lain ---juri tiap cabang lomba ada tiga orang--- memberikan nilai yang sama dengan nilai peserta lain. Meski saat menyimak saya dan teman juri lain itu sempat mengobrol kalau peserta tadi salah masuk cabang lomba. Dia bukan membaca tilawah tetapi Tartil, begitu inti percakapan kami.

Pada akhirnya, saya dan juri lainnya memutuskan untuk menjadikan peserta yang salah masuk cabang lomba itu menjadi Juara II. Padahal peserta yang menjadi Juara I suaranya belum begitu maksimal.

Mengapa kami mengambil keputusan tersebut? Alasan utama, kami tidak mau mempermalukan diri dan penyelenggara lomba MTQ di tingkat Gugus. Kalau kami nekad memenangkan peserta yang salah masuk cabang lomba tadi, sudah pasti di tingkat Kapanewon atau kecamatan akan tersingkir duluan. Kami menghindari pandangan bahwa juri MTQ tingkat Gugus tidak tahu tilawah.

Kami percaya bahwa peserta yang menjadi juara I di tingkat Gugus bisa berlatih maksimal, bagaimanapun hasilnya nanti. Paling tidak, peserta ini tinggal memoles dan membenahi lagu dalam tilawahnya. Kami tinggal memberikan masukan kepada guru atau pelatihnya lebih maksimal dalam melatih anak didiknya.

Branjang, 29 September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun