Pagi tadi, aku bersiap untuk ke Gedung Olahraga kampus. Kusetel soundtrack Alexandria. Lagu populer dari Peterpan itu mengingatkan aku padamu yang lama tak berkomunikasi denganku.Â
Terakhir kebersamaan kita adalah saat menghadiri wisuda Shinta, adikmu. Kebetulan Shinta adalah sahabat di kampus. Dari Shinta-lah aku mengenalmu.Â
Aku tak yakin kalau kisah pertemuan kita akan kau ingat. Malah bisa saja itu benar-benar kau lupakan. Menyesakkan dada tentunya.
Kau menjanjikan pulang kalau sudah selesai studimu di ITB. Tetapi kepulanganmu malah seakan kau sembunyikan. Ya, kau tak pernah mengabariku kalau pulang.Â
Kau pulang cuma satu malam, lalu esok harinya kau kembali ke tanah leluhurmu. Ah iya... kau dan keluargamu semula hidup di tanah Sunda. Lalu kedua orang tuamu mendapat penempatan tugas di Jawa.
Dari perilakumu yang sembunyi-sembunyi seperti itu, membuatku merasa tak kau anggap lagi. Kau mungkin tak menyadari kalau itu sangat menyakitiku.Â
Kau memberikan harapan palsu. Perkataanmu kalau aku adalah perempuan yang pantas kau dapatkan, itu semuanya palsu. Nyatanya, sudah tahu kalau hatiku menerimamu, kau malah menghilang. Membuatku nelangsa.
***
Siang hari.
"Cahya, kau semakin cantik. Aku pangling banget!" Seru Shinta saat acara reuni di kampus. Cipika-cipiki dengan adikmu membuatku semakin tak menentu.Â