Mengenalmu tanpa direncana, dan tanpa terpikirkan olehku. Ulahmu yang ceroboh dalam mencuri dan menyimpan nomor kontakku, dari handphone Udin, mendorongmu hubungi aku.Â
Udin adalah teman yang baik. Meski dari kampus yang berbeda, aku bisa menerimanya sebagai sahabat. Tentu persahabatan itu sering diwarnai pertengkaran kecil. Namun, tetap saja kalau bertemu selalu seru dalam berbincang.
Kalau tak mengenal kami dengan baik, pasti orang menganggap kami adalah sepasang kekasih. Kami pernah bertengkar, aku berjalan di gang kampusnya, lalu Udin mengejarku dengan motornya. Seperti adegan dalam film-film roman zaman baheula kan?
Tapi tunggu dulu! Sebenarnya beberapa bulan kemudian, aku pernah guyon dengan Udin saat dia mau wisuda.
"Kamu sudah ada pendamping buat wisuda?" Tanyaku iseng.
"Belum tuh!" Jawabnya singkat.
"Lha gimana? Kamu mau jadi pendampingku?" Tanyanya dengan semangat.
Aku tergelak. Bagaimanapun, aku jelas datang kalau dia wisuda. Wong saudaraku juga wisuda bareng dia. Ya, meski bukan berperan sebagai pendampingnya. Bisa jadi kan dia sudah bawa pendamping beneran. Hahaha.
**
Wajahmu terlihat masam saat aku cerita tentang Udin. Tetanggamu yang juga sahabatku.Â