Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendampingi Murid secara Utuh dan Menyeluruh dengan Asas Trikon (2)

26 Agustus 2022   06:25 Diperbarui: 26 Agustus 2022   08:29 21134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kurikulum merdeka, dikembangkanlah asas Trikon yang diambil dari filosofi Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Meski sebenarnya pada kurikulum sebelumnya (Kurikulum 2013) yang menjadi acuan juga nilai-nilai dari filosofi Ki Hajar Dewantara. Namun asas Trikon ini baru dikenalkan pada Kurikulum Merdeka.

Kesemuanya ini harus dipahami oleh guru, sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses belajar mengajar.

Proses pembelajaran yang selama ini dilakukan mungkin masih banyak yang monoton. Karenanya siswa merasa jenuh. Padahal guru harus bisa mendampingi murid/siswa dengan utuh dan menyeluruh.

Patut sekali apabila guru berusaha maksimal untuk memperbaiki pembelajaran. Yang menjadi pertanyaan, proses pembelajaran seperti apa yang ingin guru perbaiki dengan menggunakan asas Trikon? 

Sebelum membahas lebih lanjut tentang Trikon untuk pembelajaran pada Kurikulum Merdeka, ada baiknya kita tahu apa yang dimaksud dengan Trikon.

Trikon meliputi asas kontinyu, konvergen dan konsentris. Ketiganya memang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran. Di mana pembelajaran harus kontinyu dalam artian berkesinambungan dan tidak loncat-loncat dari tingkat bawah hingga tingkat atas. 

Misalnya saja dalam pembelajaran Matematika, dari tingkat bawah para siswa mempelajari bilangan kemudian di kelas lebih atas yang dipelajari tentang bilangan pecahan, dst. Itu berlaku juga dalam materi dan pelajaran lainnya seperti Bahasa Indonesia, PPKn, IPA, IPS, Matematika dsb.

Selama tujuh belas tahun mengajar, saya merasa belum sempurna dalam proses pembelajaran di kelas, karenanya saya akan selalu memperbaiki cara pembelajaran yang mudah dan menarik. Bisa saya lakukan dengan berdiskusi dengan teman dalam Kelompok Kerja Guru (KKG), webinar, browsing di internet, atau mengunjungi channel-channel pendidikan di YouTube dan sebagainya. Ya demi memperbaiki kualitas saya dalam pembelajaran di kelas.

Konvergen dalam artian mengambil sisi baik dari beberapa metode pembelajaran dari luar negeri juga perlu dipelajari. Anak dididik untuk disiplin dari hal yang kecil, seperti yang berlaku di Jepang, Finlandia atau bahkan Belanda.

Begitu juga konsentris. Pembelajaran harus tetap memberdayakan dan nguri-uri kabudayan (melestarikan budaya) masing-masing daerah, karena kebudayaan bisa lestari jika generasi muda mengenal budayanya.

Jadi, pembelajaran harus berkesinambungan, meniru hal baik dari luar dan tetap berpegang pada kepribadian bangsa.

Dengan begitu, Profil Pelajar Pancasila yang menjadi muara Kurikulum Merdeka bisa tercapai.

Branjang, 26 Agustus 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun