Saya kira manusia di dunia ini pasti semuanya memiliki hobi meski tak pernah sama semua. Memasak, menulis, melukis, menyanyi sampai memancing. Untuk hobi memancing biasa didominasi oleh kaum Adam. Meski ada pula kaum Hawa yang juga senang memancing.
Saya sendiri dan suami juga memiliki hobi yang sangat jauh berbeda. Saya lebih senang menulis, baik di blog pribadi maupun platform kepenulisan lainnya. Sedangkan suami memiliki hobi merawat aneka tanaman hias, tanaman buah dan memancing.
Ketika memancing, suami lebih senang di sungai, bendungan atau waduk. Peralatan memancing cukup banyak dan dibelinya secara online. Saya tak tahu kapan dia memesan, tiba-tiba saja aneka perlengkapan memancing diantar ke rumah oleh kurir.
Terus terang saya tak pernah menghalanginya untuk melakukan hobinya. Seperti dia juga tak pernah menghalangi saya untuk menulis. Apa yang dilakukannya saya izinkan selama tidak aneh-aneh. Tetapi kalau misalnya dia mau memancing di pantai tak akan pernah saya izinkan.
Yang sering melarang dan menasehati suami untuk mengurangi hobi memancing malah Simbah kakungnya dan adik ipar saya. Memang kalau memancing, suami biasa mengajak teman kerjanya. Tetapi kalau teman kerjanya ada acara lain, dia ajak adiknya (adik ipar saya) untuk memancing. Apalagi itu dilakukan saat saya hamil besar.
"Bojomu ta kandhani, aja sembrono mancing. Wong ya kowe lagi meteng kaya ngono kok malah ditinggal mancing," begitu ucapan Simbah Kakung saat kami menengok beliau. (Suamimu kubilangi, jangan sembrono. Kan kamu lagi hamil gitu kok malah ditinggal mancing).
"Lha kula ajeng kepripun, Mbah. Pun kajenge mawon (Saya harus bagaimana, Mbah. Sudah biarkan saja)," timpal saya ringan, meski sebenarnya ucapan Simbah Kakung ada benarnya juga.Â
Jika dalam keadaan hamil besar terus sudah waktunya melahirkan sementara suami memancing, apa tidak akan membuat saya panik. Apalagi suami kalau memancing bisa sampai ke Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Sementara rumah kami ada di kawasan Gunungkidul Yogyakarta. Jarak tempuhnya lumayan jauh.
Namun ada hal yang kadang membuat kesal dari kegiatan memancing yang dilakukan suami. Terkadang tak mendapatkan ikan satupun.Â
Saat tak membawa seekor ikan pun, saya mengucapkan, "Lha mbok tadinya mancing di kolammu, mas. Jelas dapat ikannya. Sudah seharian nggak di rumah, ikan juga nggak dapat." Kebetulan di rumah memiliki kolam ikan.Â
Terkadang ikan hasil pancingan melimpah, sampai hasil pancingannya dibagi-bagi. Sisa sedikit ikan saya masak, entah digoreng, balado maupun mangut. Kecewa saya hanya satu, suami tidak mau makan dengan lauk ikan yang sudah dipancingnya dan sudah saya masak.
Kesal? Tentu saja. Hampir setiap masak ikan, selalu terucap kurang lebih begini, "Ada lauk lainnya nggak?"
Saya protes tentunya. Sudah dimasakkan, disambi momong anak atau kegiatan rumah lainnya kok malah menolak lauk ikan. Namun dia berdalih kalau memancing dan jika mendapat hasil pancingan yang banyak itu buat makan anak isteri.
Teman-teman yang saya curhati hanya menimpali, "Hobi memancing, ya cuma untuk senang-senang berarti, Bu."
Ucapan teman-teman saya memang ada benarnya. Selain menguji kesabaran dalam memancing, ada kebahagiaan tersendiri ketika ikan terperangkap pada mata kail. Ya...di samping pemandangan indah yang bisa dinikmati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H