"Bener ucapan bulik. Ibu saja mendukung kamu kok. Mau jadi apa saja terserah. Kecuali kalau ibu bilang, kamu nggak boleh jadi desainer, kamu marah dan ngambek itu wajar."
Saya hela napas panjang. Saya tatap mata bening yang berkaca-kaca itu. "Yang penting kamu rajin shalat, ngaji, jadi anak shalihah. Itu yang ibu harapkan. Jadi nggak perlu ngambek. Terus meninggalkan kelas. Nggak boleh. Itu nggak sopan. Jangan diulangi lagi ya, nak."Â
Si sulung jadi menangis. Pipinya basah. Antara tega dan tidak tega, saya dan Bulik serta Simbah (dari ibunya) menasehati.
***
Tak terasa tinggal beberapa hari si sulung akan menempuh ASPD. Hari Senin sampai Rabu.Â
Alhamdulillah sebelum ASPD, si sulung lancar dalam melalui ujian praktik, ujian sekolah. Harapan saya sebagai ibunya, si sulung bisa mengerjakan soal dengan mudah. Saya hanya bisa mendoakan.
Selain itu, saya juga berharap dan berdoa agar si sulung bisa lebih tahan mentalnya. Apalagi dia akan melanjutkan ke Pondok Pesantren.Â
"Kamu di pondok sudah nggak diawasi ibu, bapak, Bulik, budhe, Simbah lho, nak. Jadi kamu belajar kuat. Kalau ada yang nggak sesuai dengan keinginanmu, jangan sering ngambek. Marah boleh, tapi jangan lantas mau pergi tanpa pamit. Kamu jaga diri."
Anggukan di antara sesenggukan tangisnya, membuat saya sedikit tak tega.Â
***
"Ibu, dulu teman-teman ibu juga nggak suka sama ibu ya?"