Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Pendakwah Jangan Seperti dalam Pepatah Gedhang Wohe Pakel

8 April 2022   13:49 Diperbarui: 8 April 2022   13:51 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: republika.co.id

Pepatah Jawa "gedhang wohe pakel" mempunyai makna mudah bicara tetapi susah membuktikannya. Saya sengaja menggunakan pepatah Jawa ini untuk beropini tentang pendakwah.

Dahulu kala, saat saya masih remaja, pastinya sering mengikuti kultum selepas shalat tarawih atau Subuh. Pendakwah atau ustadz pengisi kultum biasanya berasal dari lingkungan sekitar.

Terkadang, dalam mensyiarkan ajaran agama tak sesuai dengan tabiat keseharian. Tampaknya sholih tetapi hubungan kemasyarakatan tak sebaik citra yang menempel pada pendakwah yang seharusnya.

Para jamaah yang sudah hafal dengan tindak-tanduk sang pengisi kultum langsung mengucapkan "Halah...gedhang wohe pakel." Selepas itu kalau pendakwah tadi mengisi kultum, banyak ditinggalkan jamaahnya.

Pendakwah atau apapun sebutannya, layaknya guru. Jadi seorang yang segalanya bisa digugu dan ditiru. 

Menjadi guru sangat berat karena harus menanamkan karakter yang baik bagi siswa. Guru tak hanya mengajar tetapi mendidik. Jadi panutan bagi siswanya. Makanya wajar bila siswa lebih "nurut" pada guru daripada orangtuanya. Padahal orangtua juga berperan sebagai guru pertama bagi siswa.

Sedangkan pendakwah tugasnya lebih berat karena berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Sang Pencipta. Hablumminallah dan hablumminannaas.

Sudah barang tentu segala perilaku dan ucapan menjadi contoh bagi umat. Sekalipun tak mungkin sesempurna Nabi Muhammad Saw. 

Dalam penyampaian materi pun harus benar-benar paham Kalam Ilahi dan Sunnah nabi/ hadits. Tak bisa sembarangan. 

Boleh saja menggunakan gaya bahasa dan mimik wajah yang menyenangkan/lucu, tetapi esensi isi pengajian harus benar dan mudah dicerna. 

Berbicara tentang ustadz yang saya ikuti lewat channel YouTube atau sosial media lainnya tak hanya satu dua orang. Tak melihat dia sebagai orang Muhammadiyah atau Nahdliyin. Toh kalau sudah lama dibesarkan di lingkungan tertentu, bisa menyaring mana materi dakwah yang umum bisa diikuti.

Saya senang kepada pendakwah yang secara imbang, tanpa menjelekkan salah satu kebijakan organisasi. Memang pendakwah harus bisa membuat hati umat menjadi adem. Bukankah ketenangan hatilah yang dicari dari para pendakwah?

Segala hal yang sempurna hanya berasal dari Allah, hal buruk asalnya dari manusia. Semoga bisa menjadikan amal jariyah untuk para pendakwah, meski kadang menghadapi celaan. Nabi Muhammad Saw saja juga mengalaminya. 

Branjang, 8 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun