Malam ini di masjid tempat tinggal saya sudah melaksanakan shalat tarawih. Jauh hari sebelum tiba tanggal 1 April, anak-anak sudah sering bertanya kapan puasa, berjamaah di masjid atau di rumah dan sebagainya.
Rupanya rasa antusias dalam menyambut bulan Ramadan ini menjadi lebih kuat karena tahun kemarin, shalat tarawih di masjid masih dibayangi virus Covid-19. Kini, InsyaAllah, tarawih di masjid lebih khusyuk meski semua jamaah tetap harus mematuhi protokol kesehatan.
Sehabis shalat Maghrib, anak saya sudah bersiap dengan Buku Kegiatan Ramadan. Namun tak lama berselang, keributan terjadi. Buku Kegiatan Ramadan hilang entah di mana. Namun saya yakin kalau sebenarnya anak saya hanya lupa meletakkannya di mana.
Alhamdulillah sebelum Isya tiba, buku telah ditemukan. Jadi keributan di rumah bisa di-handle.
"Sudah ketemu?" Tanya saya. Sang anak langsung menuju kamar mandi untuk berwudhu.
"Kalau sudah ketemu mbok ya ngguyu (tersenyum)," goda saya.
Samar-samar terdengar kalau dia tidak mau tersenyum. Nah, daripada ribut terus, saya suruh dia siap-siap ke masjid.
"Keyla dihampiri sana biar ada barengannya," nasihat saya.
Dengan mengenakan mukenanya, dia berpamitan untuk ke masjid. Tentunya membawa payung juga karena sejak sore hingga Maghrib hujan lumayan deras mengguyur kampung kami.
Buku Kegiatan Menjadi Penyemangatkah?
Saya sebenarnya tidak tahu kenapa anak saya antusias ke masjid. Saya harap sih dia ikhlas shalat Isya tarawih tanpa beban. Benar-benar beribadah lillahi ta'ala. Atau mungkin karena ada Buku Kegiatan Ramadan dari sekolah ya?
Untuk menjawab itu, saya mengingat kembali masa kecil. Dahulu saya dan teman-teman, bahkan kakak kelas sampai anak SMA kalau ke masjid pasti membawa Buku Kegiatan Ramadan juga. Hanya saja, dahulu buku dibuat sendiri.
Saya pribadi ingat, cara membuat buku kegiatan Ramadan hanya meniru buku yang dibuat kakak-kakak. Ada semangat tersendiri ketika membawa buku itu ke masjid saat adzan Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya, Subuh terdengar. Juga saat berangkat takjilan atau berbuka puasa di masjid.
Buku kegiatan zaman old dibuat dengan buku tulis. Kualitas buku zaman dulu tak sebagus zaman sekarang. Lalu pada bagian atas pada lembar pertama dan terakhir tidak dipotong. Tetapi lembar lain, pada bagian atas dipotong.
Tampaklah kertas bagian atas pada lembar pertama dan terakhir. Nah, pada lembar tersebut diberi beberapa kolom (nomor, hari dan tanggal, kegiatan, imam/ustadz, uraian kegiatan dan tandatangan/paraf).
Berlomba-lomba mengisi Buku Kegiatan Ramadan menjadi kebahagiaan sendiri. Dengan bangga kami saling membandingkan isi buku kegiatan saat masuk sekolah.
Anak-anak zaman now pastinya tidak mengenal buku kegiatan seperti itu. Buku Kegiatan Ramadan zaman sekarang sudah dicetak bagus. Rinciannya pun sudah jelas.Â
Panduan puasa dan doa-doa sehari-hari ada di halaman awal Buku Kegiatan Ramadan. Kemudian ada lembar tersendiri untuk kegiatan puasa, shalat fardhu, shalat tarawih, tahsin/baca Iqra atau Alquran, Tahfidz (hafalan surat-surat pendek untuk siswa SD), pelaksanaan shalat Jumat dan shalat hari Raya Idul Fitri.
Tentu saja, saya berharap semangat dalam mengisi buku Kegiatan Ramadan bisa menjadikan anak-anak belajar beribadah secara ikhlas selama bulan Ramadan dan bulan-bulan lainnya.
Jangan sampai anak-anak zaman sekarang dengan segala kemudahan malah tidak memiliki kesan di masa kecilnya saat Ramadan tiba. Karena kesan dan pengalaman itu akan terbawa sampai dewasa kelak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI