Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bahagia Melihatmu Dengannya

15 Maret 2022   12:47 Diperbarui: 15 Maret 2022   12:55 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bola.com

Sakit itu masih terasa. Kebersamaan selama beberapa tahun bersamamu ternyata harus berakhir. Bukan karena tak saling memahami lagi. Namun restu orangtuamu tak kita kantongi. Tak ada lampu kuning, apalagi lampu hijau. Lampu merah selalu menyala.

Aku sadar kalau hubungan kita dilanjutkan, akan terasa lebih sakit nantinya. Karena rasa sayang yang semakin mendalam. 

Kita harus mengutamakan orangtua. Merekalah yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang. Akan menjadi tak baik jika kita nekad, melanjutkan hubungan tanpa restu.

Aku yakin, kau adalah perempuan shalihah. Jadi, berbakti kepada orangtuamu menjadi opsi terbaik. Jangan durhaka. Takkan sanggup aku menyelamatkan stempel durhaka itu.

Air matamu terus mengalir saat kita putuskan mengakhiri kisah dengan baik-baik. Sedang aku hanya bisa menahan dan berusaha untuk tak menumpahkan air mata.

**

Beberapa waktu lalu kudengar kalau kau sudah dilamar lelaki yang lebih baik dariku. Lelaki pilihanmu setelah sekian lama kau memendam luka karena perpisahan kita.

Aku bahagia mendengarnya. Meski terkadang aku menyesali perpisahan kita. Apa daya, kasih tak sampai pun harus kuterima dengan lapang dada.

Tak tahu, apakah aku nanti akan menghadiri pernikahanmu. Aku belum bisa mengukur diri, bagaimana jika kumelihat kau bersanding dengan lelaki lain.

Akupun tak yakin kalau kau akan mengundangku dalam acara walimahanmu. Saat berjumpa denganku saja, tak ada sapa lagi. Buang muka, itu yang kau lakukan. 

Mungkin kau mau menepikan dan membuat kisah kita hanya sekadar peristiwa yang harus dikenang. Atau mungkin harus dikubur dalam-dalam.

**

Sebuah kertas berwarna merah hati bertuliskan namamu baru saja kuterima hari ini. Diantar oleh tetanggamu. Dia menepuk-nepuk pundakku, seakan berusaha menguatkanku. Dia memang tahu kisah kita.

Terus terang, hatiku bergetar saat undangan itu kuterima. Tak tahu, apakah hatiku akan kuat ke rumahmu. Untuk membuka undangan itu saja rasanya tak kuat.

"Sudahlah, Barata! Bukankah itu sudah keputusanmu, melepas Intan?" Batinku.

Kutata hatiku untuk menerima kenyataan. Namun untuk mencari penggantimu rasanya belum bisa. Aku tak mau, jika aku mendekati perempuan hanya karena alasan pelarian. Kasihan perempuan itu jika hatiku belum bisa melupakanmu.

Kupejamkan mata. Kenangan bersamamu memang harus dikubur dalam-dalam. Kembali kubuka mataku. Aku tersenyum dan membuka undangan yang masih kupegang.

"Intan, setialah pada suamimu. Dia yang akan mendampingi dan mewarnai sisa hidupmu. Aku bahagia melihatmu bersanding dan mengarungi hidup dengannya. Percayalah padaku," gumamku sambil memandang undangan darimu dan menghembuskan napas kuat-kuat.

Branjang, 15 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun