Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengawasi UAS di Kelas Bawah dan Kelas Atas di Tingkat SD, Apa Bedanya Sih?

24 November 2021   13:01 Diperbarui: 24 November 2021   13:18 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: republika.co.id

Saya tertarik mengangkat masalah yang tanpa sengaja saya dan teman-teman grup bahas. Dan kebetulan akhir semester ganjil tahun 2021/2022 juga hampir tiba. Antara akhir bulan November-awal Desember akan diadakan UAS (Ulangan Akhir Semester).

"Kelas bawah (I-III), mungkin bisa membaca. Tapi, apakah mengerti yang dibaca? Yang tua-tua aja, sering gagal baca dan berujung gagal paham."

"Naaah, makanya dilatih membaca. Biar nggak gagal baca kayak gurunya."

Chat di sebuah grup membuat saya teringat pada pengalaman saat Ulangan Tengah Semester (UTS) dan Ulangan Akhir Semester (UAS). Saat itu saya mengajar di kelas III. Hampir selama 6 tahunan. 

Setiap kali UTS/UAS saya selalu membacakan soalnya. Anak-anak saya minta untuk menyimak lembaran soal yang telah saya bagikan. Tentu saja, terlebih dahulu para siswa saya minta untuk mengisikan identitasnya masing-masing.

Kenapa saya harus membacakan soal saat UTS/UAS ---sekarang disebut Penilaian Tengah Semester (PTS)/Penilaian Akhir Semester(PAS)---? Bukankah saat ujian, suasana sekolah harus sepi dan tenang?

Kita tentu ingat, saat kelas VI EBTA-EBTANAS (sebutan UN pada saat saya masih SD-SMA), di halaman sekolah atau tempat strategis lainnya selalu terpampang papan tulis yang berisi peringatan untuk tenang. "Harap Tenang, Ada Ujian!" Kurang lebih seperti itu.

Terkait dengan pembacaan soal oleh guru saat UTS/UAS, saya pernah ditegur Kepala UPT yang melakukan sidak pelaksanaan ujian. 

"Ini ngapain? Bukannya menjaga ketenangan, kok malah berisik. Rame! Kalau ujian itu yang tenang."

Saya terhenyak dan terdiam. Memang ada benarnya peringatan Kepala UPT itu. Namun saya teringat bahwa yang saya hadapi saat ujian adalah anak-anak kelas III yang belum tentu paham teks atau soal yang ada.

Jangankan anak-anak, orang tua atau bahkan guru pun terkadang harus mengulang-ulang dalam membaca teks agar tidak gagal paham. 

Menurut pengalaman saya, siswa akan merasa senang karena dimudahkan dalam memahami soal. Ingat, bahwa anak-anak memang bisa membaca. Namun untuk memahaminya mereka masih cenderung paham kalau mendengarkan.

Jadi sebagai pelayan bagi siswa, tentu saya ingin siswa merasa terbantu. Meski terkadang nilai yang mereka raih tidak semua baik. Setidaknya mereka bisa memahami soal. 

Siswa memiliki karakter, pemahaman yang berbeda satu sama lain. Karenanya guru harus bisa menjadi teman yang baik bagi mereka. Konsep gerakan sekolah yang menyenangkan (GSM) bisa berawal dari sini, selain memerhatikan metode, tata ruang kelas, pembagian tempat duduk, hiasan kelas dan sebagainya.

Dengan senangnya para siswa saat ujian maka akan memacu siswa untuk belajar dari guru. Jika ada yang tidak setuju dengan apa yang saya ---atau para guru kelas bawah--- lakukan, saya persilakan. Tidak ada larangan untuk berbeda pendapat 'kan?

Yang jelas, anda akan merasakan bagaimana bingungnya siswa saat ujian tanpa bantuan pembacaan soal oleh guru, jika anda terjun langsung ke lapangan. Kalau tak percaya, silakan untuk beberapa saat mengajar, mengawasi ujian, mengoreksi hasil pekerjaan siswa kelas bawah (kelas I-III). 

Anda akan terkejut, saat mendapati banyak nilai merah, padahal sebenarnya anda mengenal siswa tadi tergolong siswa yang rajin dan pintar.

Tapi tenang, saat saya mengawasi di kelas atas atau UN saya pastikan tidak membacakan seluruh teks. Para siswa saya persilakan membaca sendiri. Kalau ada siswa yang kurang paham soal, saya izinkan untuk bertanya. 

Tidak mungkin 'kan kalau mengawasi UN terus pengawasnya berisik? Jangankan berisik. Membawa HP ke ruangan ujian saja tak diperbolehkan. Pengawas juga tidak tahu pertanyaan-pertanyaan pada lembar soal karena biasanya jumlah soal benar-benar pas sejumlah siswa yang ujian.

Apalagi kalau USBN di mana siswa berhadapan dengan soal yang tertera pada layar monitor laptop, komputer atau HP. Pengawas tak akan tahu soalnya. Pengawas hanya mengawasi teknis ujian. Itupun kalau kesulitan, pengawas berkomunikasi dengan proktor/admin sekolah.

Ya... itulah teknis penilaian yang kadang luput dari pikiran orang non kependidikan. Semoga mencerahkan, di jelang Hari Guru Nasional ini.

Semangat untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia, cerdas, tangguh dan hebat bagi seluruh guru Indonesia! 

Selamat Hari Guru Nasional!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun