Dia mengulurkan tangannya. Kusalami dia.
"Iya, mbak. Kasihan dan khawatir kalau lihat mbak Ririk di belakang bus-bus besar."
"Makasih ya, mas."
Aku mau menuju lantai dua perpustakaan.
"Ah...iya, mbak. Saya mau minta maaf." Ucapan Dagni menahanku untuk melangkah.
Aku tak mengerti, kenapa dia meminta maaf padaku.
"Saya kemarin mengirim undangan untuk mbak Ririk. Saya kirim ke alamat mbak Ririk..."
"Undangan? Alamat? Dari mana mas?"
"Saya nyuri informasi alamat di perpustakaan ini, mbak. Sekali lagi saya minta maaf..."
Aku baru ngeh. Betapa bodohnya aku, kenapa perlu menanyakan dari mana Dagni memperoleh alamatku?
"Kalau boleh tahu, undangan apa ya, mas?"