Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tawaran Untukku

8 November 2021   11:17 Diperbarui: 8 November 2021   11:29 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: qureta.com

"Kita TTM-an saja ya, Kin!"

Teman tapi mesra. Sebuah tawaran yang menunjukkan sifatmu yang tak tahu malu. Dan kalau kuamini tawaranmu, aku tak punya harga diri.

Sungguh, aku tak menyangka kalau kau bisa mengambil keputusan seperti itu. Mempermainkan hati demi nafsu. Ingin memilikinya dan memilikiku. Kau anggap aku tak lebih dari budak cinta.

Tak mungkin kulakukan TTM-an. Tidak ada kamus bagiku untuk membuka peluang itu. Aku perempuan yang punya harga diri. Toh lelaki tak hanya dirimu di dunia ini.

Ya...keputusanku, aku lebih baik menolakmu. Meski hatiku mengatakan kalau ada celah namamu di sana. Namun sebagai perempuan, tak akan menyakiti perempuan lain.

Kalau jodoh tak kemana. Bisa jadi kita didekatkan untuk beberapa waktu agar kita bisa belajar lebih dewasa. Bukan malah bertingkah layaknya anak-anak.

Perempuanmu adalah sahabatku. Binar matanya menyiratkan ketulusan saat dia menceritakan kalau baru saja jadian denganmu.

Yang dekat denganmu memang aku duluan, bukan berarti kedekatan itu menjamin sampai jenjang yang lebih serius. Buktinya hubungan kita. 

Aku tak menyalahkan sahabatku, Naura yang mengisi hari-harimu.

"Tapi aku juga menyayangimu, Kin!"

Kualihkan pandanganku. Aku tak mau menatapmu. Jika kulakukan, kau akan membaca mataku.

"Aku tahu, kamu juga menaruh hati padaku..."

"Siapa bilang? Nggak usah kepedean kamu!"

Aku beranjak dari kursi taman kota ini. Terus terang aku risih bersama kekasih sahabatku.

"Jangan sakiti Naura." Lanjutku tanpa melihatmu.

***

Rintik hujan mulai berjatuhan, selepas awan hitam menggelayut di langit. Awan tak mampu lagi menampung air, sepertiku yang tak mampu lagi menampung air mata.

Bagaimana mungkin, kamu, lelaki yang kunilai begitu mengagungkan ibu, mau seenaknya saja mempermainkan perempuan. Hatimu mau kau duakan.

Kamu tak tahu, aku telah mengikhlaskan dirimu bersama Naura. Aku perempuan, tetapi bisa menilai kalau Naura lebih menarik daripada diriku. Naura lebih ceplas-ceplos, apa adanya dan pintar mengambil hati siapa saja. Kalau aku memiliki saudara laki-laki, pasti diambilnya juga hatinya.

****

"Aku tak setuju dengan pernikahanmu dan mas Rian ini, Kin! Aku nggak ikhlas!"

Hujan kali ini, kamu temui aku lagi. Di teras rumah. Tak ada alasan menolak kehadiranmu di rumah ini. 

"Hai, sayang. Kamu sudah menungguku lama ya?" Ucap Rian, lelaki yang baru saja sampai dengan sepeda motornya. Aku bersyukur sekali karenanya.

Rian melepaskan mantelnya. Rambutnya terlihat sedikit basah oleh hujan deras sore ini. 

"Iya, mas. Kamu bikin cemas saja," ucapku cemberut. Rian tertawa, lalu mendekati dan mencium keningku.

Rian, kakakmu, kini sudah menjadi suamiku. Naura yang mengenalkannya padaku saat kamu melamar Naura. Semula aku ragu untuk menerimanya. Namun kuistiharahkan tawarannya untuk menikahiku. 

Setelah kuyakin, barulah kuterima Rian. Sikap dewasa dan mengayomi itu telah mencuri hatiku. Ya, kita ditakdirkan menjadi saudara ipar. 

"Kamu sudah lama di sini, Rif?" Tanya Rian padamu. Diulurkannya tangannya padamu. Kamu menyambutnya dan berlalu.

"Nggak masuk rumah dulu, Rif? Kita ngopi-ngopi dulu." Tak kau pedulikan ucapan Rian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun