Saat masih kecil dan menginjak remaja saya sering mendengar percakapan (almarhum) ibu dengan bulik atau temannya. Tentu saat itu saya belum begitu memahami arti dan maknanya.
Apa doa dan harapan almarhum ibu saya?
"Nek dipundhut, aku nyuwun nek bocah-bocah wis dho mentas lan ora pingin ngrepoti anak-putu..."
Saat mendengar percakapan itu yang terpikir adalah keinginan membersamai anak hingga dewasa dan sukses---mentas---. Tak lebih. Ya karena hati dan pikiran saya jelas belum sampai pada maksud ibu yang sesungguhnya.
Ada Rasa Kasih Sayang dalam Doanya
Barulah setelah saya memiliki anak, saya merasakan bagaimana sejak mengandung hingga melahirkan hingga membesarkan anak. Di balik rasa lelah, kesal, marah pastilah ada rasa sayang kepada buah hatinya.
Seorang ibu ---juga bapak--- selalu berharap bisa memberikan bekal yang cukup untuk anaknya. Bekal itu bukanlah harta. Bukan!Â
Bekal yang lebih bermanfaat bagi anak dari orangtuanya adalah teladan yang baik dan ilmu pengetahuan yang menjadi hal penting dalam hidupnya.Â
Anak akan belajar bersosial dan mencari solusi atas segala masalah dari ilmu itu. Ilmu sendiri tak hanya ilmu pengetahuan dan teknologi namun juga ilmu agama.
Jadi sebagai orangtua, ibu yang merupakan guru pertama bagi anak juga ingin mendidik anaknya agar di kemudian hari bisa sukses dunia dan akhirat.
Membersamai dan mendampingi anak dari nol hingga sukses tentu akan membawa pada kebahagiaan orangtua. Itulah yang diharapkan almarhum ibu saya dulu. Harapan itu selalu dipanjatkannya setiap hari di ibadah fardhu dan sunnahnya.
Ketika berharap datangnya malaikat pencabut nyawa tanpa merepotkan anak-cucu juga sebuah doa yang tak berlebihan. Ya karena saat ibu menua, anak pasti sudah dewasa dan berkeluarga.Â
Kerepotan demi kerepotan hadir setiap waktu. Karena seorang ibu telah merasakan lebih dulu bagaimana kerepotan mengurus keluarga, hingga terbersitlah keinginan dan menjadi doa agar saat tuanya tidak merepotkan anak-cucu.
Kebahagiaan anak-cucu adalah kebahagiaan orangtua. Ada kelegaan hati saat anak-cucu sehat, sukses dan tak lupa mendoakan orangtuanya.
Mentas-nya anak-anak membuat hati tenang. Perjuangan membesarkan anak yang disertai dengan suka-duka seakan terbayar ketika anak mentas atau sukses, mandiri dan bermanfaat bagi sesama serta agama.
Tak berlebihan sekali doa ibu. Mungkin juga ibu-ibu lain di luar sana. Betapa mereka menyayangi buah hati tanpa harap balasan.
Membalas perjuangan orangtua khususnya ibu memang tak mungkin bisa dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini. Peluh keringat, air mata, bahkan air susunya yang menghidupi buah hati tak ternilai apapun.
Doa ibu pun terkabulkan. Beliau berpulang saat keempat putrinya sudah menikah dan bekerja. Tanpa merepotkan kami semua.
Hanya doa untuknya, semoga Allah mengampuni dosa-dosa ibu dan menempatkannya di surgaNya tanpa hisab.Â
Kini doa yang sama ---dengan doa ibu--- saya panjatkan kepada Ilahi. Biarlah anak-cucu tak begitu terbebani dan tak menjadi generasi sandwich.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H