Tawa riang anak bermain di sebuah taman kota. Mereka bermain ayunan, lari-larian, jungkat-jungkit, perosotan, dan sebagainya. Mereka diantar oleh ibu, ayah atau saudara yang lebih tua.
Di pojok taman terdapat mainan perosotan. Tiga anak terlihat bergantian untuk bermain. Ada Raffa, Izan dan Ais.
Mereka bertiga sangat senang karena tubuh mereka bisa turun dengan perosotan itu. Pantat mereka tidak sakit.Â
"Kata ibu, dulu pas ibu masih kecil, perosotannya nggak seperti ini lho...", cerita Raffa.
"Ah...perosotan ya kayak gini. Mau kayak apa coba?" Ais tak percaya dengan cerita Raffa.
"Dulu dibuat dari semen. Nggak ada warnanya. Terus kalau keseringan main perosotan, celana di bagian pantat bisa bolong. Hahahah..."
Ketiga anak itu tertawa bersama. Membayangkan kalau pulang dari main perosotan terus celananya rusak. Pasti malu.
Tak lama, mereka melanjutkan lagi main perosotannya. Kali ini posisi tubuh mereka tak lagi duduk ketika main perosotan. Mereka merosot dalam posisi tengkurap. Ide itu berasal dari Ais.
"Tapi nanti bisa terbentur kepala kita," ucap Izan mengingatkan betapa bahayanya main perosotan dengan posisi tengkurap. Raffa juga setuju dengan ucapan Izan.
"Izan benar, Ais. Nanti kalau kepalanya terbentur, trus sakit dan bisa berdarah..."
"Ah...bilang saja takut! Dasar penakut! Huuuu...!!" sahut Ais.