Lelaki usia tujuh puluhan itu berjalan membelah sepinya jalan. Hawa dingin tak dipedulikannya.Â
Jelang Isya, jalanan di kampungnya basah karena sejak siang hujan deras. Baru saja hujan berhenti. Dengan tongkat di tangan kanan dan payung di tangan kiri lelaki itu berjalan ke rumah anak dan menantunya.Â
***
Sebelumnya, lelaki itu pernah marah besar kepada anaknya karena hal sepele. Namun pada akhirnya dia menyadari bahwa dialah yang salah. Dengan besar hati dia meminta maaf dengan caranya. Bukan dengan mengatakan, "maafkan aku, nak..."
Lelaki itu menunjukkan permintaan maaf dengan alasan mengunjungi cucu-cucunya. Beberapa hari memang mereka tak mengunjungi sang kakek. Ya akibat kesalahpahamannya dengan sang anak.
"Percayalah, Bu. Meski kamu dimarahi tapi malah kamu yang sering diingat." Hibur sang suami kepada istrinya, anak lelaki sepuh itu.
Kekesalan sang anak sedikit demi sedikit luntur. Bagaimanapun lelaki itu adalah bapak kandungnya. Dari jerih payahnya, dia bisa bersekolah sampai dinikahkan.Â
***
Kini lelaki tua itu telah sampai di rumah anak dan menantunya. Rumah yang dibangun dengan susah payah anak dan menantu.Â
Rumah itu lumayan nyaman meski kadang berantakan karena cucu-cucunya memang baru remusuh. Apa saja tergeletak di lantai. Sementara ibunya kelelahan mengurusi anak dan suaminya.
"Aku mau kerokan. Mau minta tolong mas Yan..."