Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sendiri dan Kumpulan Cerpenku

9 November 2020   13:49 Diperbarui: 9 November 2020   13:50 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu kalian akan menganggapku aneh dengan segala tindak-tandukku. Tak apalah. Aku tak peduli. Toh selama ini aku sudah biasa hidup tanpa rasa simpati atau empati orang lain. Bahkan keluargapun tak peduli denganku.

Sejak kecil aku tak bersama orangtuaku. Aku dirawat keluarga yang kebetulan belum dikaruniai buah hati.

Dari cerita tetanggaku, dulu aku diletakkan begitu saja di tempat parkir masjid kampung. Tubuhku waktu itu hanya dibedong, tanpa barang lain yang ditinggalkan. Bibirku sudah membiru. 

Karenanya aku menarik kesimpulan bahwa aku adalah anak buangan. Tak diharapkan oleh orangtuaku. Entah karena malu akibat dosa zina atau memang ada alasan lain.

Mengetahui cerita itu aku kesal dan marah. Waktu itu aku masih SD. Kalau tak salah ingat, aku kelas IV. Meski belum begitu paham, namun aku menyadari bahwa orang yang merawatku bukanlah orangtuaku.

Bukannya menyayangi mereka. Aku semakin tak tahu diri. Orang yang kusebut ibu dan bapak kini menjadi orang yang paling kubenci. Padahal mereka mengasihiku. Apalagi sampai aku menginjak dewasa, mereka tak dikaruniai buah hati juga.

"Ayin, kamu harus menghormati orangtuamu..." Lana mengingatkan perilakuku yang tak manusiawi kepada orangtua angkatku.

"Aku tak punya orangtua!" Lana terkejut ketika kubentak. Dia segera meninggalkanku. 

Aku tertawa dalam hati. Pasti lelaki itu sekarang ilfil alias ilang feeling. Aku senang karena akan bebas dari gangguan lelaki. 

Karena lelakilah aku bernasib sial. Kalau bukan karena lelaki, aku jelas tak akan ada di dunia ini.

***

Kali ini kuceritakan hal yang akan membuat kalian tertawa. Ya menertawakan kebodohanku.

Pertama. Aku seorang perempuan yang senang menyendiri. Saat sendiri itulah aku menulis kisah fiksi. Tak tanggung-tanggung, fiksi yang kutulis adalah kisah roman. Dunia yang jauh dari keseharianku.

Jangankan mencintai lelaki, ketika didekati saja aku sudah bergidik. Kuanggap lelaki itu menjijikkan seperti orangtua kandungku. Bapak kandungku tepatnya.

"Kamu punya kelainan mental, Ayin. Konsultasi ke psikiater saja..." 

Ide dari Lana beberapa bulan lalu langsung kutolak mentah-mentah. Karenina, biasa disapa Ayin, bukanlah penderita kelainan mental!

**

Pada akhirnya aku menyadari bahwa aku memang mengalami kelainan jiwa. Semua kusadari setelah kepergian orangtua angkatku.

Aku bertekad untuk mengubah sifatku. Ya mengobati mentalku. Aku mulai berinteraksi dengan teman-teman secara normal. Meski saat memulainya terasa canggung dan berat. 

Peristirahatan terakhir orangtua angkatku sering kujenguk selepas kegiatan workshop kepenulisan di beberapa kota besar.

Aku benar-benar menyesal karena menyia-nyiakan mereka. Dosa dan kesalahanku sangat besar. 

"Kamu doakan terus orangtua kandung dan orangtua angkatmu, Ayin. InsyaAllah itu akan membuatmu tenang dan rasa bersalahmu sedikit berkurang," nasehat Nyai Tamtinah. Beliau adalah guru spiritualku.

Beliau sering mengingatkan bahwa Allah itu Maha Pengampun. Dia akan mengampuni dosa-dosaku atas orangtua angkatku. Dan aku harus belajar memaafkan kesalahan orangtua kandungku.

***

Kini kumerasa bahwa kisah roman dalam cerpen-cerpenku bisa menginspirasi agar aku lebih memiliki kelembutan hati kepada siapapun. Termasuk kalian, para penggemar tulisanku, yang dulu sering kuacuhkan. Atau juga kepada kaum Adam karena Allah menciptakan kaumNya berpasang-pasangan. Akan menyalahi kodrat jika aku tak membuka hati pada lelaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun