Kali ini kuceritakan hal yang akan membuat kalian tertawa. Ya menertawakan kebodohanku.
Pertama. Aku seorang perempuan yang senang menyendiri. Saat sendiri itulah aku menulis kisah fiksi. Tak tanggung-tanggung, fiksi yang kutulis adalah kisah roman. Dunia yang jauh dari keseharianku.
Jangankan mencintai lelaki, ketika didekati saja aku sudah bergidik. Kuanggap lelaki itu menjijikkan seperti orangtua kandungku. Bapak kandungku tepatnya.
"Kamu punya kelainan mental, Ayin. Konsultasi ke psikiater saja..."Â
Ide dari Lana beberapa bulan lalu langsung kutolak mentah-mentah. Karenina, biasa disapa Ayin, bukanlah penderita kelainan mental!
**
Pada akhirnya aku menyadari bahwa aku memang mengalami kelainan jiwa. Semua kusadari setelah kepergian orangtua angkatku.
Aku bertekad untuk mengubah sifatku. Ya mengobati mentalku. Aku mulai berinteraksi dengan teman-teman secara normal. Meski saat memulainya terasa canggung dan berat.Â
Peristirahatan terakhir orangtua angkatku sering kujenguk selepas kegiatan workshop kepenulisan di beberapa kota besar.
Aku benar-benar menyesal karena menyia-nyiakan mereka. Dosa dan kesalahanku sangat besar.Â
"Kamu doakan terus orangtua kandung dan orangtua angkatmu, Ayin. InsyaAllah itu akan membuatmu tenang dan rasa bersalahmu sedikit berkurang," nasehat Nyai Tamtinah. Beliau adalah guru spiritualku.