Bagi saya pribadi, persoalan lamaran atau ijab kabul bukanlah perkara materi. Jadi cincin tidaklah begitu penting. Hal terpenting adalah melaksanakan ijab kabul, resmi menjadi pasangan suami istri.
Apakah tak ada kekhawatiran jika cincin tak terpasang lalu hati akan mudah membohongi pasangan?
Saat itu saya berpikir simpel saja. Urusan hati ---kesetiaan--- tidaklah dijamin oleh cincin yang melingkar di jari manis pasangan suami istri. Kesetiaan adalah perkara berpegang komitmen berumah tangga.Â
Selama menjaga hati pasti seorang suami atau istri akan saling setia. Apapun yang terjadi dan badai yang menerpa mahligai rumah tangga.Â
Percuma saja jika cincin melingkar di jari manis tetapi hati malah terpaut pada hati orang lain. Tak ada gunanya kan?
Itu alasannya. Tambah lagi saat mau menikah dulu, saya sering membaca-baca hadits nabi Muhammad Saw yang memberikan pilihan bagi lelaki yang mau menikah. Karena agama, rupa, harta atau nasabnya.
"Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung." (H.R. Bukhari)
Dalam hati dan pikiran saya ingin sekali dinikahi seorang lelaki karena agama meski sebenarnya saya bukanlah perempuan agamis. Jauh dari kata shalihah. Yang jelas jika lelaki menikahi saya karena agama, insyaAllah akan abadi. Akhirnya saya meminta seperangkat alat sholat sebagai mas kawin atau mahar.Â
Cukup sederhana pemikiran saya. Bahkan perkara sanggan pun saya tak mau memberatkan calon suami. Namun pada akhirnya urusan sanggan, keluarga suami yang mengikuti tradisi di tempat mereka.Â
Yang jelas dari orangtua saya tak meminta yang wah karena niat orangtua memang tidak mau ewuh. Mereka hanya menyelenggarakan syukuran saja.Â
Pernikahan mewah atau simpel tujuannya sama, yaitu menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. Jika kemewahan ternyata hanya memberatkan pada urusan akhirnya, bukankah lebih baik yang simpel saja?