"Dik, kamu anak keberapa? Bukan anak ketiga kan?"
Terus terang saya waktu itu tak paham kenapa dia tanya seperti itu. Saya tidak pernah tahu mitos itu sebelumnya. Lalu dia cerita kalau simbahnya yang tanya. Soalnya simbahnya bilang kalau anak pertama itu menikah dengan anak ketiga itu tidak boleh.
"Loh kenapa emangnya, mas?" Tanya saya waktu itu.
Dia cerita kalau pernikahannya akan membawa sial. Saya sih tak percaya. Kalau misalnya sampai tak direstui ya sudah. Meski waktu itu tinggal menunggu waktu ijab kabul. Sudah mendaftar ke KUA juga.
Keluarga saya juga tak pernah memikirkan pernikahan itu anak keberapa dengan anak keberapa. Orangtua menekankan bahwa kami seagama dan bertanggungjawab. Perkara rezeki nanti bisa mengikuti.Â
Saya lalu menjawab pertanyaan calon suami bahwa di atas kertas ---Akta Kelahiran--- saya anak ketiga tetapi dalam kenyataan saya anak keempat. Kakak sulung saya meninggal dunia waktu bayi dan tidak sempat dibuatkan Akta Kelahiran.
"Ya sudah. Yang penting kamu bukan anak ketiga," jawabnya singkat.
Saya yakin calon suami waktu itu yang malah khawatir kalau sampai saya anak ketiga. Alamat bisa gagal menikah gara-gara tak direstui.Â
Dari pengalaman sebuah pertanyaan dari calon suami dulu, saya buatlah cerpen itu. Ya tujuannya sedikit mengedukasi pembaca saja. Jika bermanfaat ya Alhamdulillah.
Percaya atau tidak pernikahan lusan selalu dihadapkan pada pandangan keluarga besar
Beberapa pembaca cerpen tema lusan itu sering menanyakan harus bagaimana menyikapinya keluarga yang masih berpegang pada mitos itu.