Semua kegiatan bisa diabadikan dalam bentuk gambar atau video dan dikirimkan kepada guru. Dengan demikian para siswa merasa bahwa aktivitasnya di rumah tetap dipantau dan dinilai oleh guru. Bahkan dari pengembangan karakter di rumah terabadikan dalam rapor. Ada nilai sikap, spiritual dan keterampilan, di samping nilai pengetahuan.
Jadi orangtua tidak merasa kesulitan untuk mengatasi kesulitan membentuk karakter anak. Jikapun anak ingin memegang HP untuk nge-game atau YouTube-an, perbolehkan saja. Namun dengan catatan dan syarat bahwa memegang HP hanya 1-2 jam. Selebihnya anak diberi waktu untuk istirahat, bermain dan melakukan aktifitas positif lainnya.
Jangan biarkan anak terlalu banyak memegang HP. Meski harus menghadapi amarah anak, tugas orangtua tetap bertahan pada aturan. Orangtua hanya perlu sabar dan konsisten saja.
Jika anak tidak memegang HP maka orangtua juga harus melakukan hal yang sama. Biar tidak ada protes dari anak. Orangtua perlu menyadari bahwa anak zaman sekarang lebih kritis terhadap perilaku orang tua.
Mari jadi contoh yang bisa digugu dan ditiru bagi anak. Jangan sampai anak hanya nggugu dan meniru hal baik dari guru di sekolah. Orangtua justru harus melebihi guru dalam hal suri tauladan bagi anak.
Mengingat peran guru dan orangtua sangat berpengaruh bagi anak atau siswa maka orangtua dan guru ---atau sekolah--- harus bergandeng tangan untuk membentuk karakter positif dan mencapai tujuan pendidikan nasional. Demi terbentuknya generasi emas  yang diharapkan terwujud pada masa emas Indonesia pada 2045.
Semoga.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI