"Maksud gimana, pak?"
"Ya aku sudah tahu, siapa yang bakal jadi tenaga pendidik di sekolah."
Saya tersenyum. Ternyata untuk menjadi seorang GTT saja, ada istilah titipan. Okelah. Tak apa. Saya yakin Allah sudah mengatur semua meski guru saya tadi menyatakan kekecewaannya waktu dulu.
Saya tahu guru saya itu sangat idealis. Jadi wajar jika kecewa karena ada tes untuk calon guru hanya bersifat formalitas.
Menjadi pendidik, meski tak sesuai dengan ijazah
Dalam perkembangannya, saya akhirnya melamar di sekolah swasta di kampung saya. Meski telah menjadi pendidik di sebuah SMP.Â
Ya waktu itu, beban mengajar hanya 18 jam perminggu. Jadi ketika ada waktu saya mengajar di sekolah dasar tadi. Kedua sekolah tidak keberatan. Dan yang melakukan hal yang sama tak hanya saya. Ada beberapa teman yang mengajar di dua sekolahÂ
Saat pertama kali mengajar di SD, para siswa menyapa dengan sapaan "mbak". Maklum para siswa adalah tetangga. Lidah mereka terbiasa menyapa seperti itu. Hihihii..
Saya sih enjoy saja dipanggil seperti itu. Dianggap muda. Ya jelas, saat itu masih di bawah 25 tahun. Sapaan "mbak" masih melekat sampai sekarang untuk alumni sekolah.
Namun pada akhirnya para siswa menyapa dengan "Bu guru" atau "Bu Jora". Saya sempat heran juga, kenapa mereka menyapa saya seperti itu.
"Kemarin dimarahi pak guru. Nggak boleh menyapa mbak." Begitu cerita salah satu siswa.