Bersepeda, olahraga yang hanya membutuhkan modal berupa sepeda dan kemauan manusia untuk menggenjot pedal sepeda. Sepeda pun beragam. Dari pit onthel sampai sepeda gunung. Semua fungsi utamanya sama, sebagai sarana transportasi dan olahraga.
Saat saya masih SMP, sekitar tahun 94/95- 96/97, hampir semua siswa yang bersekolah di SMP dan SMA manapun lebih banyak yang ngepit atau bersepeda.Â
Sejak pagi dari pukul 06.00 sampai 06.30an di jalan dilalui sepeda yang dikayuh para pejuang ilmu. Ada keseruan ketika bersepeda pagi.Â
Bersenda gurau tetap kami lakukan. Saling menyapa atau menyalip siswa dari sekolah lain. Tak peduli jika dikatakan sok kenal sok dekat. Justru itulah hal yang sangat mengesankan sampai kini.
Tak tahu nama tetapi wajah tak asing dalam ingatan. Tak jarang akhirnya saling mengenal lebih. Pastinya dari teman yang mengenal siswa lain sekolah tadi.
Lambat laun, siswa yang bersepeda ketika berangkat ke sekolah semakin berkurang. Saya sendiri dan saudara kembar saya tetap setia mengayuh sepeda yang dibelikan orangtua sampai tahun ketiga SMP.Â
Saat itu, sepeda mini dengan keranjang pada bagian depan kami kayuh setiap berangkat dan pulang sekolah. Meski satu sekolah, orangtua tetap membelikan satu-satu. Mungkin khawatir kalau akan bertengkar, saling iri dan menghindari rasa pilih kasih.
Sepeda mini warna putih. Tak lupa orangtua juga membekali kunci sepeda. Ya untuk menghindari agar sepeda tetap aman. Teman lainnya juga seperti itu. Sesampai di parkiran belakang kelas, sepeda dikunci.
Selama tiga tahun berangkat dan pulang sekolah selalu bersepeda. Hingga akhirnya lulus SMP dan sekolah di kota kabupaten. Karena jauh dari rumah, oleh orangtua, saya dan kembaran dikoskan dekat sekolah.
Selama tiga tahun di SMA otomatis saya tidak bersepeda. Dan itu berlanjut sampai saya kuliah. Dalam kurun waktu 2000-2004, sepeda sudah hilang dari kamus hidup saya.
Tak mungkin untuk sampai Jogja dari Gunungkidul dengan bersepeda. Bahkan dari perumahan yang dibeli orangtua di daerah Bantul pun masih lumayan jauh kampus saya.