Dua belas tahun yang lalu, di tanggal dua puluh satu Juni.Â
Suara alunan campursari terdengar dari sound system yang disewa untuk hari pernikahanku esok hari. Ya akhirnya esok hari aku akan menjalani prosesi ijab qobul. Saat ini bisa dibilang malam Midodareni meski tak melakukan ritual layaknya malam Midodareni yang sesungguhnya.
Sebenarnya aku juga tak menduga bahwa pernikahanku secepat ini digelar. Bisa mengundang pikiran negatif orang lain. Tapi itu tak kupikirkan. Toh tak terjadi apa-apa denganku.
Aku hanya ingin menjalankan separuh agama. Menyempurnakan agama. Itu saja. Perkara statusku belum seperti saudaraku yang menjadi PNS dari jalur pemberkasan, itu bukan masalah.
Aku yakin bahwa rezeki selalu mengikuti umat yang ingin menikah karena Allah. Pandangan miring karena aku dan calon suami belum PNS tak aku masukkan dalam hati. Bagiku, hanya Allah yang mengatur segalanya, termasuk rezeki untukku dan suamiku nanti.
Alhamdulillah, orangtua juga tak mempermasalahkan. Bagi mereka, asal kami punya niat baik dan tekun dalam bekerja, masalah rezeki akan mengikuti.
Aku sangat bersyukur bahwa ibu bapakku sangat pengertian. Ya karena mereka juga mengalami masa sulit ketika masih muda. Untuk sukses selalu ada proses yang harus dilalui bersama.
Aku belajar banyak dari orangtuaku yang masa kecilnya selalu hidup prihatin. Awal pernikahan mereka juga seperti itu. Jika mereka bisa melalui hingga mendapatkan keberhasilan, pasti aku dan suamiku juga bisa.
Ah... Bismillah, semoga saja harapan dan keyakinanku terwujud setelah kami resmi menjadi pasangan suami isteri.
**
Dua belas tahun kemudian.Â
Allah menjawab doa dan harapanku dari waktu ke waktu. Dia memberikan anugerah luar biasa untuk keluarga baru kami. Tak bisa kusebutkan dan ku hitung nikmat dariNya. Rezeki itu baik anak, kesehatan maupun rezeki lainnya, yang tak ternilai harganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H