Setelah kabar paklik negatif Corona itu, perasaan saya campur aduj. Antara bahagia dan masih galau dengan kondisi suami. Meski saya berdoa dan memasrahkan semua kepada Allah, masih saja khawatir dengan hasil Rapid Test suami.
Tak henti-hentinya saya beristighfar dan berkomunikasi dengan teman-teman. Ya meski mereka tak mengetahui bahwa saya galau berat. Menulis tetap saya lakukan sebisanya agar bisa melupakan pikiran negatif saya.
"Positive thinking saja, Bu. Biar imunnya kuat. Katanya begitu kan?" Suami mengingatkan saya yang masih risau juga.
Saya memperhatikan suami dan anak-anak. Mereka tampak baik-baik saja. Meski suami sempat jatuh saat perjalanan dan merapikan pohon dekat rumah.
Tiba hari di mana dia Rapid Test yang kedua. Saya tak mengucapkan apapun ketika suami berangkat kerja sekalian Rapid Test di puskesmas dekat kantornya.Â
Saya pun tak berani bertanya. Saya hanya membesarkan hati dan membunuh waktu dengan mengolah nilai rapor para siswa. Saya harus siap dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Baru menjelang Dhuhur suami mengirimkan gambar melalui WhatsApp. Saya merasa bahwa itu adalah hasil periksa hari ini. Dan benar.Â
Suami mengirimkan screenshot yang menyatakan bahwa dia dan semua teman kerjanya negatif Corona. Alhamdulillah. Saya meneteskan air mata bahagia karena nikmat kesehatan untuk suami dan semua keluarga.
Semoga apa yang saya alami ---saudara diisolasi di rumah sakit dan suami Rapid Test--- tidak dialami seluruh keluarga, saudara, sahabat semua. Ya karena rasanya benar nano-nano.Â
Namun jika di sekitar kita ada yang PDP atau Rapid Test, jangan lantas menghakimi dan menjauhi mereka. Keluarga PDP dan Rapid Test sangat membutuhkan dukungan moril. Mereka sudah sangat terpukul dengan keadaan keluarga yang sakit atau tes, tak perlu sampai mengacuhkan. Menyapa pun tidak. Itu sungguh menyakitkan.Â
Semoga menjadi pembelajaran untuk saya dan semua. Salam hangat dan sehat selalu untuk semua.