Allahuakbar... Allahuakbar...
Allahuakbar walillaahilhamd
Alhamdulillah takbir yang menandai pergantian bulan Ramadan dan Syawal telah berkumandang. Umat Islam menyambut dengan gembira meski dalam situasi pandemi.
Takbiran tak diselenggarakan dengan segala kemeriahan. Tak ada takbir keliling. Takbir hanya dilakukan di masjid. Itupun hanya beberapa orang yang mengumandangkannya. Sementara warga lain bertakbir di rumah masing-masing.
Memang lebaran tahun ini sangat berbeda sejak covid 19 menyebar di segala penjuru dunia. Seluruh umat Islam di dunia merasakan dampaknya. Dampak mulai dirasakan di saat bulan Ramadan.Â
Kegiatan keagamaan ---tadarus, tarawih, takjilan, peringatan Nuzulul Qur'an dan sebagainya--- yang biasa dilaksanakan di bulan penuh ampunan itu harus dibatasi demi memutus mata rantai persebaran covid 19.
Keadaan ini terus terjadi hingga akhir bulan Ramadan. Bahkan ketika bulan Syawal menyapa, dapat dipastikan aktivitas lebaran akan berbeda.
Jauh sebelum bulan Syawal tiba, para warga dusun saya mempertanyakan bagaimana shalat Idul Fitri dilaksanakan. Berjamaah di masjidkah atau di rumah sesuai himbauan pemerintah.
Dengan berbagai pertimbangan, hampir seluruh dusun di desa kami, menyelenggarakan shalat Idul Fitri berjamaah dengan jamaah dibatasi. Artinya hanya warga kampung yang boleh mengikutinya. Warga pendatang tidak diperbolehkan mengikuti shalat Idul Fitri di masjid.
Pertimbangannya bahwa tak ada warga di perantauan yang mudik atau pulang kampung sehingga takmir masjid merasa bisa menyelenggarakan shalat Idul Fitri di masjid.
Akan tetapi oleh panitia atau takmir masjid tetap menekankan agar para jamaah mengenakan masker, membawa sajadah sendiri-sendiri, jarak antar jamaah ditentukan, tidak bersalaman setelah shalat Idul Fitri, tidak saling kunjung dari rumah ke rumah.