Semenjak memiliki buah hati, nyaris jarang sekali saya menikmati film nasional, internasional dengan genre roman atau lainnya. Saya lebih banyak menikmati film kartun sampai saat ini.Â
Faktor kelelahan menjadikan saya setengah-setengah menonton film yang sedang tenar. Untuk ke bioskop rasanya juga terlalu jauh. Harus menempuh waktu 1 hingga 2 jam. Maklum di kabupaten tempat tinggal saya tak ada bioskop. Jadi harus ke Jogja.
Mengutamakan anak lebih saya pilih meski akhirnya saya yang dulunya gaul, jadi kuper. Heheh.
Tak apa. Menonton film apapun pasti tujuannya sama, agar otak lebih fresh setelah lelah dengan rutinitas harian. Jadi menonton film kartun bersama anak pun oke.Â
Menikmati film kartun dari Dora Emon hingga Upin dan Ipin sejak memiliki anak pertama tahun 2009. Menginjak usia satu tahunan si sulung begitu dekat dengan film Upin dan Ipin yang diputar di salah satu stasiun televisi bakda Maghrib.
Intro musik Upin dan Ipin membuat si sulung langsung berlari ke arah televisi. Dengan khusyuk dia menonton Upin dan Ipin bersama simbah kakung dan simbah utinya.
Saking senangnya dengan kartun produksi negeri jiran ini, sang bapak mendownloadkan kartun ini. Lalu diputar ulang dengan laptop. Alhasil si sulung hafal dengan kisah Upin dan Ipin.Â
Selain itu si sulung kalau berbicara bukan medok Jawa seperti bapak ibunya. Dia bicara dengan khas bahasa Melayu. Menirukan dialog dalam film Upin dan Ipin. Sampai-sampai ketika si sulung masuk TKIT, ustadzah atau gurunya menanyakan asal usul orangtuanya.
"Bapaknya orang mana ya, bun?" tanya ustadzah si sulung.
"Ya orang GK, bu..."
"Kok bicaranya bisa seperti itu. Saya penasaran, bun.."