"Bun, tolong ini disave ya. Puisi bersamanya sudah kuedit biar keren...", setidaknya chat itu yang kuingat tentang sosok gadis yang berbakat dalam dunia literasi.
Waktu itu para pujangga yang tergabung dalam Proyek Puisi Berbalas dan kini menjadi Kompasianer Penulis Berbalas tengah membuat puisi yang disusun secara keroyokan.
Puisi keroyokan itu dimandegani pak Ping, mas Zal, mbak Anis, mbak Niek, mbak Aliz dan sederetan nama pujangga lainnya. Saya tidak begitu berperan dalam pembuatan puisi keroyokan itu. Entahlah, begitu tergabung dengan para pujangga, saya menjadi tidak pede untuk menulis puisi.
Saya hanya tergabung dan mengisi buku Puisi Berbalas yang pertama. Untuk puisi bersama, saya sekadar mendokumentasikan. Meski pada akhirnya saya menyerah juga oleh keadaan.
Mbak Adel atau juga disapa mbak Erin. Meski usianya tergolong muda, karya-karyanya luar biasa.Â
Dalam proses penyusunan puisi berbalas, jika ada penulis yang kesulitan membuat puisi balasan, pak Ping dan mbak Erin-lah yang turun tangan. Mbak Erin dengan mudahnya memahami dan menuliskan puisi balasan. Seolah tanpa banyak berpikir.Â
Di grup Proyek Puisi Berbalas, mbak Erin sering menelurkan puisi bersama mas Zal, pak Jagat dan lainnya.Â
Lalu pagi ini, saya dikejutkan oleh kabar dari seorang Kompasianer. Dia menyapa mbak Anis dan menanyakan kebenaran, apakah Adel sudah tiada. Saya agak terkejut.Â
Saya belum pernah bertemu langsung dengannya, namun mbak Erin membuat saya salut. Di tengah rasa sakitnya, dia masih menulis. Saya yakin itu dilakukan karena kecintaannya kepada literasi. Juga untuk menghibur hati kala sakit menggerogoti jiwanya.
Saya biasanya mengikuti story WA mbak Erin. Video Tiktok serunya sering malang melintang di story. Setidaknya itu meyakinkan kepada saya bahwa mbak Erin baik-baik saja. Karena saya tahu mbak Erin memang sakit.
Bahkan beberapa hari yang lalu, nomor mbak Erin mengirimkan pesan untuk membagikan sebuah link tulisan.