Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ini yang Saya Lakukan dalam Berkarier

18 Januari 2020   11:14 Diperbarui: 19 Januari 2020   04:20 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: bulelengkab.go.id

Lumrahnya orang yang berkarir, pasti mendambakan jabatan yang lebih tinggi daripada sebelum-sebelumnya. Wajar dan menurut saya hal tersebut memang harus dialami oleh siapapun yang telah memutuskan untuk berkarir.

Tak mungkin orang bekerja, dengan tujuan mencari nafkah, hanya ingin stagnan di satu titik tertentu. Namun untuk meraih perubahan yang lebih baik, tentu ada banyak usaha yang harus dilakukan. 

Masing-masing memiliki kiat tersendiri. Yang jelas semua mengarah ke hal yang lebih baik. Ada persamaan kiat, ada pula perbedaan. Hal tersebut tergantung pada kepribadian masing-masing.

Sebelum saya menyampaikan kiat atau cara meraih jabatan yang lebih baik daripada kemarin dan sekarang, saya ceritakan dulu pengalaman saya. 

Tahun 2009 di sekolah kami mendapat seorang kepala sekolah baru yang diperbantukan dari Dinas Pendidikan. Basic pendidikan beliau adalah guru Bahasa Jawa. Dari beliaulah saya pribadi belajar berbahasa Jawa yang baik. Bagi saya meski bahasa Jawa adalah bahasa sehari-hari, namun untuk perkara tata aturan basa krama dan ngoko masih jauh.

Pelan-pelan Kepala Sekolah baru memberikan kritik dan pembenahan secara langsung jika salah dalam penggunaan sebuah ukara atau kata. Tak ada rasa malu untuk belajar berbahasa Jawa yang sesuai pakemnya. Bahkan guru senior pun masih banyak kesalahan dalam berbahasa Jawa sehari-hari.

Belajar berbahasa Jawa yang sesuai pakem, tentu menjadi hal yang sangat penting. Dalam berkomunikasi di sekolah, dinas dan sebagainya sangatlah mendukung karir. Keluwesan berbahasa Jawa akan memudahkan komunikasi dengan sesama jawatan, pengawas, dan orang-orang yang bekerja di dinas.

Itu dalam berkomunikasi. Ada hal penting lainnya yang harus ditempuh ketika memutuskan berkarir dan menginginkan adanya perubahan. 

Belajar dan belajar. Apalagi menjadi guru, saat ini harus benar-benar menguasai teknologi sekaligus mampu dalam hal keilmuan pedagogi dan keprofesian. Kompetensi harus terus ditingkatkan. 

Diklat adalah salah satu cara meningkatkan kompetensi guru. Pertama kali saya mengikuti UKG tahun 2015,  ada nilai rapor guru yang bisa diakses melalui akun simPKB masing-masing. Saat itu nilai merah saya hanya 1 KK (Kelompok Kompetensi) F. 

Dalam perkembangannya, nilai merah menjadi banyak karena UKG tidak dilaksanakan sementara batas nilai dari tahun ke tahun semakin bertambah. Nah, untuk memperbaiki nilai maka diundang dalam Diklat PKB. Dengan terpaksa saya meninggalkan kelas, demi diklat. Harapannya nilai rapor PKB bisa kembali baik. 

Kuliah lagi demi ijazah yang linier pun saya lakukan. Saya sadar bahwa saya bukanlah guru yang hebat, banyak hal yang kurang sempurna. Jalan satu-satunya saya belajar lagi. Untuk kuliah lagi, saya minta izin dari suami karena saya sudah berkeluarga. Memiliki keluarga, segala sesuatu juga perlu dikomunikasikan. Tujuannya agar langkah selalu lancar karena doa restu suami.

Belajar dengan guru dari sekolah lain baik sesama satu gugus maupun di luar gugus tetap saya lakukan. Saling berbagi pengalaman akan membuat pandangan semakin luas.

Selanjutnya, dalam bekerja pasti menemui rasa jenuh dan lelah. Maka saya berusaha mengubah lelah saya menjadi Lillah, bekerja karena Allah. Apalagi saya bekerja di bawah Persyarikatan Muhammadiyah. Ada sebuah nasehat dari pendiri Muhammadiyah, "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah".

Seiring berjalannya waktu, saya pribadi menyelami nasehat itu. Nasehat dari KHA Dahlan. Bekerja secara ikhlas demi Muhammadiyah melalui sekolah, yang pastinya memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendidikan di Indonesia.

Ketika lelah melanda, menjadi sebuah kebahagiaan ketika melihat di daerah lain berdiri juga sekolah yang sama. Bekerja secara ikhlas, tidak hanya mengharap imbalan itulah yang akhirnya membuka pintu rezeki lain.

Lelah dalam bekerja, bukan berarti menyerah. Harus ingat kembali perjuangan untuk negeri. Hal itu terus dipompakan dari diri dan orang lain dalam lingkup persyarikatan maupun Dinas Pendidikan.

Jangan lupa punya harapan dan mimpi untuk menjadi lebih baik. Saya ingat, dahulu saya pernah matur kepada kepala sekolah, "Semoga saya bisa seperti njenengan nggih, pak..."

Kepala Sekolah langsung menjawab, "Aamiin, bu. Semoga...". Pada akhirnya masa kerja Kepala Sekolah di sekolah kami sudah selesai. Beliau akan ditempatkan di sekolah lain.

Suatu pagi beliau nanting saya, atau bertanya, "Bu, kemarin dari Persyarikatan menanyakan siapa yang memiliki potensi menjadi pengganti saya di sini..."

Agak kaget juga mendengarnya. Saya masih muda untuk menjadi seorang Kepala Sekolah. Nah, menurut para pembaca, saya punya potensi itukah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun