Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelajaran Berharga untuk Ahsan

15 Januari 2020   11:51 Diperbarui: 15 Januari 2020   12:11 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: srigading.bantulkab.go.id

Istirahat tiba. Ahsan terduduk di sudut lapangan sekolah. Dia tampak murung dan sedih. Teman-teman yang berlalu-lalang tak membuatnya gembira. Padahal sesekali teman-temannya mengajaknya bergabung dan bercanda.

Malah Ahsan terlihat kesal jika ada teman yang mendekatinya. Teman-temannya melaporkan keadaan Ahsan kepada bu guru. 

*

"Ada apa denganmu, Ahsan? Tak seperti biasa kamu seperti ini..."

Ahsan yang terkenal sebagai anak usil itu terdiam. Ahsan biasanya sangat iseng pada teman-temannya. Tak jarang temannya yang putri menangis karena ulahnya. Akibatnya Ahsan sering dipanggil ke kantor guru.

"Kenapa diam saja, Ahsan? Coba kamu cerita sama bu guru..."

Ahsan terlihat ragu menjawab pertanyaan bu Ecy,  gurunya.

"Saya kesal, bu guru..." 

Bu Ecy mengernyitkan dahinya.

"Kesal?"

Ahsan mengangguk pelan.

"Coba sekarang kamu cerita. Bu guru dengarkan..."

Ahsan menceritakan pengalamannya hari ini yang membuat dirinya kesal. 

"Saya kalah lari pas pelajaran olahraga, bu guru. Teman-teman mengejek saya. Kata teman-teman saya harus menraktir teman sekelas..."

"Menraktir?"

Bu Ecy memandangi Ahsan. Dia ingat bahwa kelas Ahsan memang unik. Teman Ahsan pernah bercerita kalau mereka taruhan, kalau Ahsan tidak di urutan pertama ketika lari maka dia akan menraktir teman sekelas.

Ahsan selama ini memang juara dalam hal lari. Berulang kali dia mewakili sekolah, kecamatan atau kabupaten dalam lomba atletik. Dia selalu juara 1.

Akibatnya dia sombong. Dia menganggap teman-temannya tidak bisa mengalahkannya. Teman-temannya tersinggung dan menantang Ahsan untuk berlomba lari saat pelajaran olahraga.

Tentu karena dia langganan juara, dia menyanggupinya.

"Mengalahkan kalian?? Kecil...!!" sahut Ahsan dengan muka sombongnya.

"Kita buktikan, Ahsan! Tapi ingat, kalau kamu kalah, kamu menraktir teman sekelas...!"

**

"Kalau kalian sudah ada kesepakatan seperti itu, kamu harus menepatinya, San..."

"Saya nggak terima, bu guru. Aku kan jago lari..."

"Iya, ibu tahu. Tapi bukan berarti kamu tidak bisa kalah, San. Apalagi banyak temanmu yang rajin latihan setiap hari..."

Ahsan terdiam. Beberapa minggu ini dia tidak berlatih atletik. Dalam pikirnya dia merasa sudah jago lari, jadi tidak perlu berlatih. 

"Lomba lari kan perlu latihan biar tidak kram dan lincah. Iya kan?" tanya bu Ecy.

Ahsan mengangguk. Dia ingat nasehat pak Zal, guru olahraganya kalau olahraga apapun perlu latihan. Tidak boleh lalai, meski sering juara sekalipun. 

Nasehat pak Zal rupanya sudah dilupakannya. Ahsan menjadi menyesal. Tambah lagi dia akan dimarahi orangtuanya.

"Ibu dan ayah pasti marah padaku, bu guru..."

Dengan lembut bu Ecy menenangkan hati Ahsan. 

"Kamu ceritakan saja yang sebenarnya, San. Pasti ibu dan ayahmu tidak marah. Asal kamu tidak mengulangi lagi..."

**

Di rumah, Ahsan menceritakan pengalamannya hari ini dengan perasaan khawatir. Tetapi dia merasa lebih baik jujur seperti yang dikatakan bu guru di sekolah.

"Tak apa-apa, sayang. Lain kali kamu nggak boleh sombong. Jangan lupa, latihan lari terus ya. Kan kamu bilang, kamu ingin ikut Asean Games..."

"Ibu nggak marah?"

Ibu Ahsan tersenyum. Dianggukkan kepalanya. Ahsan memeluk ibunya.

"Terimakasih, ibu. Aku janji, nggak akan sombong dan aku akan latihan terus..."

Ibu Ahsan mengusap punggung Ahsan.

"Tapi, bu. Bagaimana dengan janjiku menraktir teman sekelas?"

Ahsan kembali ingat janjinya.

"Kan kamu punya tabungan, hasil kejuaraan, Ahsan. Gimana kalau kamu manfaatkan untuk menraktir temanmu? Itung-itung buat syukuran atas prestasimu selama ini..."

Ahsan melepas pelukannya. Dia menatap ibunya yang menyayanginya itu.

"Oke, buuu!" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun