Seekor kucing kampung berbulu kuning keemasan mendekam di sudut dapur rumah keluarga Puput. Kucing kampung itu merasa kedinginan. Makanan pun belum disediakan oleh Puput, anak pemilik rumah tempatnya tinggal saat ini. Puput sangat lucu dan menggemaskan.
Semua memang berubah sejak kemunculan Kucing Anggora. Anggora itu telah mengubah keadaan. Dulu Puput selalu mengajaknya ke sana kemari. Sering diajak bermain di kamar Puput yang hangat dan nyaman.
Tak jarang kucing kampung itu tidur di kamar Puput. Diberi makanan, meski berupa sisa ikan yang tidak dihabiskan oleh Puput. Jika cuaca hujan dan Kucing Kampung tertidur, Puput selalu menyelimutinya dengan kain halus yang lembut. Sering juga Puput mengelus bulu-bulunya. Atau membelai kepalanya.
Namun sejak ada Angora, perhatian Puput kepada kucing kampung menjadi berubah. Anggora begitu dimanjakan Puput. Perlakuan yang dulu sering dilakukan Puput kepada kucing kampung, kini diberikan kepada Anggora. Si Emas, panggilan kucing kampung itu, menjadi sedih.
Kesedihannya masih ditambah lagi dengan kesombongan Anggora. Anggora sering meledek Emas karena bulunya tak sehalus dirinya. Lama kelamaan Emas menjadi kesal pada Anggora.
"Kamu kenapa jahat padaku?" tanya Emas kepada Anggora.
Anggora tertawa terbahak mendengar pertanyaan Emas.Â
"Hahahah... lihatlah dirimu. Kamu jelek, bulumu kasar. Makananmu cuma sisa, menjijikkan. Hiiii..."
Anggora berlalu dari hadapan Emas dan berlari ke arah Puput. Dengan manja dia melompat ke pangkuan Puput.
**
Kini rumah keluarga Puput begitu banyak tikus. Entah kenapa. Padahal rumahnya cukup bersih dan rapi.Â