Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tak Ada Julukan Buruk Lagi

5 Januari 2020   05:17 Diperbarui: 5 Januari 2020   05:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andra berlari tergesa ke arah pintu gerbang sekolah. Sementara ayah Andra yang mengantarnya segera berbalik arah untuk ke tempat kerjanya. Waktu pada jam sudah menunjukkan pukul 07.05. Sudah pasti Andra dan ayahnya terlambat. 

Andra yang bertubuh tambun agak kesulitan berlari. Dengan terengah-engah siswa kelas 1 SD itu sampai pintu gerbang. Segera Andra memanggil-manggil penjaga pintu gerbang.

"Pak Amet...Pak Ameeeet. Bukakan pintu gerbangnyaaa!"

Andra berteriak memanggil-mamggil Pak Amet. Dengan tergopoh, Pak Amet yang tengah menyapu di sekitar pos satpam berlari ke arah pintu gerbang.

"Aduh... den Andra, terlambat lagi. Nanti dimarahi pak guru lho..."

Andra tak mendengarkan perkataan Pak Amet. Dia fokus ke kelasnya. Dia berharap kalau pak Medi belum sampai kelas. 

Sayang sungguh sayang, pak Medi sudah berada di kelas. Pak Medi adalah guru agama yang sangat tegas. Tak segan-segan pak Medi menasehati agar tak terlambat bagi siswa yang sering kesiangan sampai sekolah.

Andra memberanikan diri mengetuk pintu kelas. Dikuatkannya nyalinya saat suara Pak Medi didengar dari jendela kelas.

"Ya, masuk..." suara berat pak Medi terdengar.

Pelan-pelan Andra membuka pintu kelas. Begitu pintu terbuka, Andra disambut dengan ejekan teman-temannya.

"Yeeee...si kepala semangka sudah dataaang!" suara Revan terdengar lantang. Suara itu diikuti tawa seluruh kelas. Andra menjadi sedih. Dia malu karena menjadi bahan ejekan. Dia sering diejek dengan kata "si kepala semangka", "si gendut", kalau berlari dia paling akhir sampai finish. Lagi-lagi ada ejekan "si Buntut".

Mendengar ejekan teman-temannya Andra menangis. Ya meski bertubuh besar tapi dia tetaplah anak SD kelas 1.

"Woooo...gitu aja nangis! Kayak anak perempuan aja!" ledek Seto.

Tangis Andra semakin menjadi-jadi. Pak Medi akhirnya menenangkan Andra dan mengingatkan teman-teman Andra. Namun celetukan tetap didengar Andra. Andra tak tahan mendengarnya. Segera dia berlari keluar kelas. 

**

Andra sesenggukan di mushala sekolah. Dia kesal sekali. Teman-temannya bersikap begitu terus padanya. 

"Kenapa kamu, Andra?" tanya Pak Medi. 

Pak Medi memang membuntuti Andra yang keluar kelas.

"Teman-teman jahat, pak guru...huhuuuuu..."

Pak Medi tersenyum. Sudah menjadi kebiasaan Andra memang, tiba di sekolah pasti sudah bel masuk. Akibatnya teman-teman hafal kebiasaan jelek Andra. Lalu mereka mengejek Andra.

"Kalau teman-temanmu jahat, maka kamu tidak boleh menjahati mereka. Lama-lama mereka malu sendiri kalau kejahatan mereka dibalas dengan kebaikanmu..."

Andra masih terisak. Punggung tangannya berkali-kali digunakannya untuk menghapus air mata dan ingus di hidungnya.

"Mereka juga mengejekku kepala semangka dan si gendut, pak guru. Aku nggak suka..."

Pak Medi paham dengan kondisi Andra. Namun demi kebaikan Andra, Pak Medi menasehati Andra.

"Andra, jadikan ejekan itu sebagai dorongan bagi kamu untuk tidak seperti dalam ejekan mereka..."

Andra menyimak nasehat pak Medi. Mimik muka Andra seperti belum mengerti maksud perkataan Pak Medi.

"Begini Andra, coba kalau kamu diejek gendut, maka kamu tunjukkan kalau tubuhmu nggak akan gendut lagi..."

"Caranya, pak guru?"

Pak Medi yang adalah tetangga keluarga Andra sudah hafal dengan pola makan Andra. Sehari makan 3 kali dengan porsi banyak. Setelah itu ngemil tanpa jeda. 

Minum pun cukup banyak. Tak hanya air putih. Minuman bersoda pun diminumnya. Ibu Andra sampai kehabisan akal untuk mengerem pola makan Andra.

Pola makan seperti itu masih ditambah lagi, Andra tak lepas dari HP. Jadi tubuhnya yang menerima makan terus lama kelamaan menjadi gendut.

"Coba kamu banyak olahraga. Yang kamu bisa saja. Bersepeda, berjalan, berlari atau apa saja. Itu akan membakar kalori berlebih di tubuhmu. Jadi nggak akan gendut lagi..."

"Ooo...begitu ya, pak guru?" Andra manggut-manggut.

"Iya, Andra! Terus jangan lupa, makan dan minummu juga direm. Makan secukupnya. Lupakan rasa laparmu dengan bermain bersama teman-temanmu. Minum itu minuman yang sehat. Bukan minuman bersoda..."

"Kenapa, pak guru? Kan segar. Apalagi kalau minumannya disimpan di kulkas. Segar sekali, pak guru..."

"Iya, bapak tahu. Bapak kadang juga minum minuman bersoda. Tapi tidak sering. Memang segar tapi... Kamu pingin tahu nggak, akibat terlalu sering minum minuman bersoda?"

Andra menganggukkan kepala.

"Tubuhmu seperti ini ya karena minuman itu. Obesitas kalau orang pintar bilang. Terus nanti bagian-bagian tubuh bisa rusak..."

"Rusak bagaimana, pak guru?"

"Badanmu nggak sehat. Gigi dan tulangmu nggak kuat, terus bisa kanker... pokoknya semua bisa sakit, Ndra. Makanya jangan keseringan minum seperti itu. Kasihan ibu dan ayahmu..."

*

Tubuh Andra kini tak segendut dulu. Badannya terasa ringan. Melakukan apapun juga lebih mudah. Kalau lomba lari, meski tak juara, tetapi dia sampai finish tak lagi terakhir. Hilanglah julukan si Buntut.

Andra semakin bersemangat untuk olahraga. Kadang bersepeda, kadang berenang, berlari. Dia ingin tubuhnya sehat, biar nggak sakit-sakitan.Dan yang jelas, Andra mau menghilangkan julukan si gendut atau kepala semangka. 

Oh iya, Andra sekarang tidak pernah terlambat sampai sekolah. Dia menjadi lebih tenang dalam belajar di sekolah. Tentu tak ada ejekan lagi dari teman-temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun