Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bebaskan Anak Menentukan Cita-cita

3 Januari 2020   22:19 Diperbarui: 3 Januari 2020   22:17 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang yang terjun di dunia pendidikan pada jenjang sekolah dasar, sebagaimana pendidik di sekolah lain, pada suatu pertemuan pasti akan menanyakan cita-cita siswa. Entah dalam materi yang berkaitan dengan cita-cita maupun dalam hal menasehati anak ketika enggan mengerjakan tugas. 

Untuk mengingatkan agar para siswa bersemangat dalam belajar adalah menanyakan kembali cita-cita siswa. Ada yang ingin menjadi dokter, polisi, tentara, guru dan sebagainya. Jika siswa sudah menjawab cita-cita pribadi mereka, maka saya tanyakan lebih lanjut, bagaimanakah cara untuk mencapai cita-cita. 

"Belajar, bu..." jawab para siswa serempak.

Dengan cara demikian maka guru akan lebih mudah mengarahkan siswa untuk belajar. Ditekankan pula bahwa kelak para siswa bisa mewujudkan cita-cita apapun, sesuai keinginan mereka sendiri.

Biarkan anak memilih cita-citanya

Menurut kbbi online, ci*ta-ci*ta n 1 keinginan (kehendak) yang selalu ada di dalam pikiran; 2 tujuan yang sempurna (yang akan dicapai atau dilaksanakan)(https://kbbi.web.id/cita.html).

Berdasar arti tersebut maka sebagai guru dan orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki keunikan sendiri. Selain itu anak juga memiliki keinginan, harapan sesuai imajinasi masa kecil mereka. 

Guru dan orangtua harus memberikan respon positif akan cita-cita anak. Berikan apresiasi dan arahkan agar anak mampu mewujudkan cita-cita. Seperti pepatah yang mengatakan, gantungkan cita-citamu setinggi langit.

Anak sebagaimana orang dewasa pasti memiliki kehendak dan orang tua atau guru tak bisa melarang kehendak mereka selama kehendak itu bersifat positif. Kehendak anak termasuk dalam hal keinginan mereka di masa depan, cita-cita. Toh cita-cita di masa anak-anak juga bisa berubah, seiring pengetahuan dan berjalannya waktu.

Mereka memiliki alasan sendiri-sendiri akan cita-citanya. Ada siswa yang ingin menjadi tentara karena tentara itu gagah dan membawa senjata. Ada yang ingin menjadi polisi karena ingin menangkap orang jahat. Ada pula yang ingin menjadi dokter karena ingin menolong orang sakit. Dan alasan lain untuk cita-cita lainnya.

Jangan paksa anak memilih cita-cita sesuai harapan orang tua

Saya yakin tak ada orangtua yang menginginkan anaknya tidak sukses. Semua orangtua berharap anak-anaknya berhasil dan menjadi kebanggaan orangtua.

Sayangnya dalam hal ini orangtua malah terkadang ada yang mencampuri keputusan anak dalam menentukan cita-cita. Misalnya saja ada orangtua yang menginginkan anaknya menjadi tentara padahal si anak ingin punya bengkel pesawat terbang. 

Usut punya usut ternyata si bapak dulu ingin sekali menjadi tentara tetapi karena nasib tak berpihak padanya, dia tidak berhasil. Nah, ketika dia tak bisa mencapai cita-citanya, malah anak yang digadang-gadang agar kelak menjadi tentara.

Ada banyak kisah yang hampir sama bagi anak dan orangtua lainnya. Menurut saya pribadi, orangtua tak perlu mencekoki tentang cita-cita pribadinya. Kasihan anak jika hanya menjadi korban ambisi orangtua.

Alangkah malangnya anak jika nantinya demi patuh pada orangtua akhirnya bekerja tak sesuai dengan hati nuraninya. Atau bahkan mungkin saking takutnya akan murka orangtua, si anak mati-matian mewujudkan ambisi orangtua. 

Ternyata dalam perjalanannya si anak tak bisa mewujudkan ambisi orangtuanya. Kira-kira bagaimana psikis anak nantinya? Apakah dia tidak stress? Apakah dia khawatir karena mengecewakan orangtua? Apakah itu tidak menimbulkan tekanan batin atau depresi?

Ah...membayangkan saja rasanya sesak dada saya. Saya pribadi, sebagai ibu, membebaskan anak-anak dalam hal cita-cita. Sementara ini si sulung bercita-cita menjadi guru, adiknya ingin menjadi chef. Mereka akan bertanggungjawab untuk mewujudkan cita-citanya. Mereka akan tahu resiko dan proses untuk mewujudkan cita-cita tadi. 

Asal cita-cita itu membawa manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara, pasti saya mendukung anak-anak. Kesuksesan anak bukan berarti ketika anak mewujudkan ambisi orangtua. Anak sukses jika bisa menaklukkan cita-citanya.

Jadi, sebagai orang tua tinggal memberikan motivasi dan doa restu untuk anak-anak. Dengan motivasi dan doa, insyaAllah anak akan dimudahkan dalam meraih cita-cita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun