Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tak Hanya Jakarta, Daerah Kami Tak Luput dari Banjir

2 Januari 2020   02:08 Diperbarui: 2 Januari 2020   02:14 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: idntimes.com

Di penghujung tahun 2019, dan awal 2020, di berbagai tayangan televisi dan berita online telah diberitakan tentang banjir yang melanda di Jabodetabek. Banjir musiman yang terjadi pada musim penghujan ini tak bisa dihindari.

Meski musim penghujan di beberapa daerah tiba tak tepat waktu, namun di Jakarta hujan lebih dulu turun. Dan akibatnya banjir selalu mengiringi hujan. Air sungai meluap. Rumah warga berubah menjadi kolam dengan air kotor.

Untuk wilayah perkotaan seperti Jabodetabek, banjir jelas tak bisa dielakkan. Kondisi alam memang sudah tak memungkinkan air hujan bisa meresap ke dalam tanah. 

Biopori atau proyek lain untuk menanggulangi luapan air seakan tak berhasil. Perbandingan biopori dengan aspalisasi, semenisasi dan sebagainya tak seimbang.

Pergantian musim mengalami perubahan waktu
Dari waktu ke waktu alam sudah mengalami banyak perubahan secara fisik. Banyak bangunan yang menggantikan luasnya hutan. Selain itu banyak yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan.

Akibat dari pengelolaan alam seperti itu, mau tak mau terjadi pemanasan global. Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim serta musim.

Saya ingat ketika masih bersekolah, baik tingkat dasar atau menengah, jika mempelajari tentang iklim dan musim, gampang sekali mematok bulan-bulan mana yang biasa terjadi kemarau atau penghujan.

"Nama bulan kalau berakhiran '-ber' pasti musim penghujan. Sedang kalau berakhirnya musim penghujan biasa terjadi di bulan Maret ---dalam bahasa Jawa diistilahkan 'mak ret' yang arti bebasnya mandeg"

Begitu kurang lebih yang sering dijelaskan oleh guru dalam kelas. Nah, untuk saat ini patokan yang didapatkan selama sekolah sudah berubah.

Di beberapa daerah pada bulan yang berakhiran -ber belum tentu mengalami musim hujan. Meski di daerah lain mungkin sudah hujan atau bahkan banjir. Hal ini juga dipengaruhi oleh perbedaan curah hujan di setiap daerah.

Daerah lain pun bisa mengalami banjir bah
Jika berbicara tentang banjir, pada akhir-akhir waktu ini tak hanya menjadi tamu musiman di kota besar seperti Jabodetabek. Daerah lain yang sepertinya tak mungkin dikepung banjir, nyatanya bisa lumpuh oleh air bah.

Hal tersebut pernah dialami kabupaten tempat tinggal saya, Gunungkidul. Guru saya dulu pernah bilang bahwa daerah kami, yang merupakan pegunungan kapur, daerahnya lebih tinggi dibanding kabupaten Sleman, Bantul dan kota madya Yogyakarta. Karenanya banjir tak akan melanda tempat kami.

Memang sampai tahun 2015an itulah yang kami alami. Jika terjadi banjir pun masih dalam taraf normal. Hal itu berubah seratus delapan puluh derajat pada November tahun 2017. Waktu itu Indonesia dilanda badai cempaka yang menyebabkan hujan berhari-hari tanpa henti.

Akibat banjir itu, kabupaten kami nyaris terisolir. Siswa-siswa diliburkan beberapa hari demi keselamatan mereka. Jembatan ambrol, daerah terisolir bermunculan.


Di sekitar daerah tempat tinggal saya, jalan cor blok yang biasa saya lewati juga diterjang banjir. Persawahan yang mulai bermunculan bulir padinya banyak yang hanyut terbawa banjir. Pun demikian di kolam ikan. Ikan lepas yang dibudidayakan oleh petani ikan sudah pasti terjadi.

Itulah sekilas cerita tentang banjir yang melanda tempat tinggal kami. Sebuah kabupaten yang harusnya tak mengalami ternyata dengan kuasaNya, kami alami juga. 

Untuk mencari tentang siapa yang bersalah akan banjir seperti itu rasanya juga sulit. Karena hal itu berkaitan dengan pembangunan yang bersifat terus menerus atau berkesinambungan. AMDAL sering kali tak diindahkan atau diutamakan ketika membangun sesuatu.

Jika menyalahkan salah satu pihak, rasanya juga tak adil. Malah nanti bisa dikatakan semua pihak bersalah, entah masyarakat maupun pemerintah. Masyarakat memiliki kebiasaan buruk terhadap lingkungan ---entah membuang sampah di sungai, mengubah lahan menjadi bangunan dan sebagainya--- atau kebijakan yang kurang memperhtikan AMDAL dari pemerintah.

Jika terjadi banjir seperti itu tak elok rasanya menuding siapa pihak-pihak yang bersalah. Yang jelas semua punya andil dalam kerusakan lingkungan. Jadi wajar apabila akhirnya manusia juga yang menuai sendiri akibatnya.

Di saat terjadi banjir, entah di manapun, sudah pasti menjadi keprihatinan seluruh bangsa. Tentunya kita berharap banjir di manapun bisa segera surut dan warga yang terdampak banjir selalu sehat walafiat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun