"Husna, ayahmu pasti marah sama kamu. Ayah capek tapi kamu malah bilang kalau ayah jelek..."
Husna masih cemberut.Â
"Habis... Ayah pergi tanpa bilang ke aku..."
Aku tersenyum. Aku paham kerinduan Husna pada ayahnya. Harusnya kemarin Husna bahagia dijemput ayahnya. Namun yang dilihat dan dirasakannya hanya sikap aneh ayahnya.
"Nanti kamu minta maaf sama ayah ya, sayang..."
***
Di sekolah. Di sela pergantian jam pelajaran aku mengirimkan pesan pada mas Mumtaz. Aku sudah berjanji pada Husna untuk menghubungi ayahnya. Kalau aku mangkir, Husna bisa marah padaku juga. Aku jadi mengkhawatirkan psikis Husna.
"Mas, tadi Husna nanyain. Pesannya kok nggak dibales..." kuketik pelan pesan untuk mas Mumtaz, lalu kukirimkan.
"Tolong mas bales ya. Ke HP Husna saja kalau nggak mau bales lewat kontakku..."
Dua pesan kukirimkan. Centang hitam dua segera berganti warna biru. Ah...rupanya ayah Husna langsung membaca pesanku. Beberapa saat kemudian terlihat kalau dia mengetikkan balasan. Aku tersenyum. Aku tak tahu, kenapa aku merasa lega melihat ayah Husna mengetikkan balasan pesanku.Â
"Pesan yang mana..." balasnya pada sorotan chat pertamaku.