Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kucing- kucingan

23 Agustus 2019   11:44 Diperbarui: 23 Agustus 2019   11:52 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah lebaran haji, Sherly mengikuti diklat untuk sertifikasi pendidik. Rencana untuk melamarnya otomatis tertunda. Aku tak mungkin membuat pikiran Sherly bercabang. 

Lokasi diklat di salah satu hotel di kawasan Kaliurang. Aku dan Sherly kebetulan berada di satu lokasi. Akhirnya kami main kucing-kucingan di hotel ini. Sherly menjadi peserta Diklat sementara aku menjadi salah satu instrukturnya.

***

Sebelumnya aku sama sekali tak membayangkan kalau aku akan menjadi instruktur diklatnya. Aku hanya mengikuti seleksi instruktur nasional saja. Dan ternyata bisa lolos. Dari Fakultas kami ada Pak Widi juga yang menjadi instruktur.

Aku tak pernah mendengar kabar tentang Sherly selepas wisudanya. Aku baru bertemu dengannya di kantor dosen ketika dia mau legalisir ijazah. Di sanalah bibit perasaan yang pernah ada menjadi bersemi kembali. Istilahnya tujuh tahun cinta dalam diam terus kena air hujan. Hahaha...

Sherly waktu itu sibuk persiapan untuk administrasi diklat. Sekali lagi aku tak berpikir kalau menjadi instruktur diklatnya. Dalam pikiranku, aku memang bisa jadi instruktur tapi tak menjadi instruktur bagi dirinya. Oleh karenanya aku tak cerita banyak kepadanya.

Saat pengumuman waktu dan tempat diklat pun aku masih positive thinking. Dia tak akan satu tempat dengan tempat aku menjadi instruktur. Dia masuk peserta pada gelombang pertama Diklat. Kalau tak keliru penentuan peserta tiap gelombang itu berdasarkan nilai capaian ujian Kompetensinya. 

"Hmmmm... Berarti aku benar-benar mendapatkan calon istri yang pinter..." Batinku merasa konyol. Pasti lebih pinter dialah dibandingkan aku. Dia lulus 3 tahun lebih dulu ketimbang aku.

"Aku diklat di Eden 1, Sang..." Begitu ketiknya di WA.

Aku cuma diamkan saja. Pertama karena dia menyalahi kesepakatan bagaimana dia harus memanggilku. Kedua karena aku masih berpikir keras dan merasa surprise dengan kabar tadi. Kami pada satu hotel pas diklat nanti. Bedanya ya itu tadi, dia jadi peserta, aku yang jadi instruktur. Aku masih berharap tak masuk di kelasnya.

Aku sempat mengecek lagi WA Sherly.

"Mas... Sorry. Aku salah ya ngetiknya tadi. Maaf banget. Habis belum terbiasa... heeee"

Emoticon yang dikirimkan itu membuatku ingat akan lesung pipinya. Aku tersenyum membacanya. Membiasakan sesuatu itu memang sulit. Tapi kukira dia sudah mulai terbiasa mengetik kata mas. Entahlah. Atau mungkin biasanya dia harus mengedit pesannya sebelum dikirimkan, biar tak keliru. Terus kali ini dia baru khilaf. Hahaaa.

Yang jelas, selama kuliah dia tak pernah memanggilku mas. Langsung namanya saja alias njangkar kalau orang Jawa bilang. Seperti yang dilakukannya ketika memanggil Nita, Andro dan teman seangkatan lainnya.

Ku balas WAnya. Ku sorot chat pertamanya.

"Sama. Aku juga di sana..."

Ku sorot juga chat-nya yang kedua,

"Belum terbiasa??..."

Rasanya ingin kucubit pipi Sherly kalau dia di hadapanku. Mana mungkin dia belum terbiasa memanggilku "mas". Padahal kalau WA saja sudah sering dilakukannya. 

Belum ada balasan dari Sherly. Mungkin dia sibuk koordinasi dengan temannya. Dari ceritanya dulu memang dia bersama temannya mau berangkat bareng. Mereka akan patungan mencarter mobil. Soalnya harus membawa banyak barang, printer, pakaian ganti, buku dan sebagainya.

***

Pagi hari aku terbangun. Ku ambil air wudhu kemudian shalat. Segera saja ku raih HP di atas meja kerja. Sambil menuju dapur untuk merebus air dan membuat kopi, aku membuka pesan- pesan yang masuk.

Ku lihat nama Sherly mengirimkan pesannya. Banyak banget. Dari pemberitahuan saja juga ada panggilan masuk lewat telepon, WA maupun video call.

"Apa? Kita di tempat yang sama besok, mas? Beneran?" Tanyanya. Kubayangkan kepanikannya. Sudah mikir mau diklat eh sekarang mikir satu lokasi diklat sama aku. 

"Haduh, mas. Kok nggak dibales..."

"Angkat telponnya dong, mas..."

"Hmmmm. Mas sudah tidur. Semoga saja mas nggak jadi instruktur di kelasku..."

"Halah... Tapi aku nggak enak sama peserta lain. Nanti dikira ada praktek KKN... "

"Mas. Di sana kita nggak usah buka jati diri kita. Kita rahasiakan hubungan kita ya... Please... !!"

Ku balas singkat saja.

"Nggak janji..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun