Menjelang hari raya Idul Adha ini, persiapan demi persiapan panitia Idul Adha sudah dilakukan. Mulai dari pembentukan panitia, persiapan tempat penyembelihan dan pembagian daging kurban.
Ada yang sedikit peristiwa yang berkaitan dengan kurban. Di lingkungan kami terkadang masih berkembang sebuah mitos atau gugon tuhon bagi lelaki yang telah menikah dan sang istri baru hamil, maka si lelaki tadi tak boleh ikut serta dalam kegiatan sembelih menyembelih hewan kurban.
Mengapa berkembang pandangan seperti itu? Dari yang masih berpegang pada kepercayaan tersebut dipercaya bahwa dengan ikutnya si lelaki dalam sembelih menyembelih hewan maka nanti sang anak jika sudah terlahir maka akan memiliki akhlak yang buruk atau cacat.
Dulu ketika saya hamil anak pertama juga seperti itu. Ada tetangga yang mengingatkan suami saya untuk tidak ikut dalam membantu panitia hari raya kurban di kampung. Saya sendiri tak begitu saja mempercayai mitos atau gugon tuhon itu.
Jika bicara tentang mitos, maka saya memastikan kalau itu bagian dari bid'ah. Maklumlah saya dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah. Tapi tunggu dulu. Bukan berarti saya menjelek- jelekkan orang yang percaya hal seperti itu. Bahkan kemungkinan dari keluarga saya sendiri masih ada yang memegang mitos itu.Â
Namun saya mencoba untuk mencari informasi atau literasi dari organisasi keagamaan lain. Beruntunglah saya mendapatkan jawaban dari web nuonline. Dari sana saya mendapatkan jawaban yang sebenarnya mengajarkan bahwa Islam tidak melarang lelaki untuk menyembelih hewan sekalipun sang istri tengah hamil. Asal penyembelihannya sesuai syariatnya. Berikut kutipannya.
Membunuh bintang tanpa alasan syar'i tidaklah dibenarkan, apalagi menyiksanya. Memang ada beberapa bintang yang boleh dibunuh, seperti ular dan anjing gila karena termasuk binatang yang membahayakan.
Lantas bagaimana jika menyembelih hewan yang boleh untuk dimakan, seperti sapi, ayam, dan kambing? Menyembelih hewan yang boleh dimakan itu diperbolehkan apabila memang untuk dikonsumsi. Dalam kitab 'Aun al-Ma'bud Syarhu Sunani Abi Dawud ditegaskan bawa Rasulullah saw melarang menyembelih hewan kecuali untuk tujuan dikonsumi.
"Sungguh, Rasulullah saw telah melarang menyembelih hewan kecuali untuk dikonsumsi," (Muhamad Samsul Haqq al-Azhim Abadi Abu Thayyib, Aun al-Ma'bud Syarhu Sunani Abi Dawud, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H, juz, 10, h. 252)
Berangkat dari penjelasan ini, dalam kondisi ketika istri sedang hamil, tidak ada pantangan bagi suaminya untuk menyembelih hewan yang boleh dimakan apabila memang untuk keperluan dikonsumsi.
Anak Cacat, Kenapa?
Kalau boleh saya bercerita, saya memiliki tetangga yang anaknya cacat. Bapaknya memang sering menyembelih hewan kurban. Namun dalam otak saya tak bisa langsung menyalahkan prosesi si bapak yang menyembelih hewan kurban. Bukan. Lagipula tak setiap tahun sang istri hamil. Kenapa harus menyalahkan kegiatan menyembelih hewan karena lahirnya seorang bayi yang cacat. Belum tentu juga ketika menyembelih hewan, si istri dalam keadaan hamil.
Saya ingat- ingat kembali, bapak dan ibu si anak masih memiliki kedekatan genetik. Akhirnya anak yang dilahirkan cacat. Itupun masih ada banyak faktor. Ketika waktu HPL (Hari Perkiraan Lahir), si orangtua santai saja. Bahkan ketika kelahiran si jabang bayi mundur beberapa minggu dari HPL tetap saja tak ada kekhawatiran akan keselamatan si bayi dan ibu. Prinsip mereka, kalau Allah sudah memberikan waktu maka si bayi  pasti lahir juga. Prinsip ini jelas- jelas salah. Allah tidak akan mengubah kaumnya kalau kaumnya tak mau berusaha.Â
Mereka lupa bahwa harus ada usaha dan dibarengi pasrah jika berurusan dengan nyawa. Akhirnya si anak dilahirkan dalam kondisi memprihatinkan. Meski sampai saat ini si anak sehat tapi fisiknya jelas sudah beda. Untunglah si anak, sekarang sudah SMP kelas.VIII, tidak minder. " Itu sudah takdir saya kok, nggak apa- apa...", begitu kalau si anak ditanya malu atau tidak, sedih atau tidak dengan tubuhnya yang kurang sempurna.
Ada juga cerita lahirnya seorang bayi yang kurang sempurna juga, dari ayah ibu yang sehat. Keduanya masih muda. Akan tetapi ketika hamil ternyata si ibu kurang fit hingga akhirnya sang anak lahir prematur. Dalam perkembangannya si ibu baru menyadari bahwa sang anak memiliki keistimewaan.Â
Memang tak ada kaitan orang menyembelih hewan kurban dengan anak cacat. Dari ilmu kedokteran sendiri juga ada keterangan bahwa cacat tidaknya seorang bayi dalam kandungan akan bergantung pada faktor genetis yang diturunkan oleh kedua orang tua, dan juga perlakuan si ibu kepada janin semasa hamil.Â
Jika ada struktur gen yang rusak, kemungkinan bayi lahir cacat pasti ada. Dan bila si ibu tidak menjaga kandungan dengan baik, misal merokok, minum minuman keras, makan junk food setiap hari, kurang asupan nutrisi dan asam folat, bisa jadi bayi yang dilahirkan akan menanggung cacat fisik.
***
Sumber: Nuonline, blora-online.blogspot.com, dan sumber literasi lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI