Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Pengakuan Hati

9 Juli 2019   01:10 Diperbarui: 9 Juli 2019   02:31 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambil menunggu jeda waktu foto ---sebenarnya aku tak mau karena menunggu hampir tiga jam hanya untuk berfoto di spot-spot foto di sana--- pelan-pelan kuceritakan hal yang sesungguhnya kuketahui tentang lelaki misterius bagi ayah Husna.

"Mas, kurasa sekarang sudah waktunya aku cerita. Aku tak mungkin menyimpannya terus..."

Aku bicara dengan lelaki ---yang pernah begitu berarti untukku--- tanpa melihat wajahnya. Kumemandang lepas ke arah spot-spot foto di tepi tebing yang menghadap ke laut selatan itu. Hampir semua spot dibuat oleh pengelolanya berada di 30 meter dpl. Cukup membuat deg- degan melihat beberapa pengunjung yang berfoto. Ayah Husna tertawa kecil ketika aku begitu histeris melihat pengunjung berfoto di ayunan yang juga menghadap  ke laut lepas.

*

"Mas, aku nggak tahu harus mulai dari mana. Kuharap ini bisa menjawab rasa penasaranmu. Juga mengurangi bebanku..."

Ayah Husna terus menyimak hal yang kukatakan ---sambil menikmati air kelapa yang dibelinya--- di bawah rindangnya pohon cemara. Para pengunjung yang ingin berfoto di spot foto memang berteduh di bawah pohon itu. 

"Mas, lelaki itu menemuiku dan terus menerus menghubungiku. Dia menagih permintaannya padaku..."

"Dia minta sesuatu ke kamu?"

Kulihat ayah Husna mulai kesal. Dia mengatakan kalau aku tak boleh didekatinya, aku harus memblokirnya dan masih banyak lagi.

Aku tersenyum. Kukuatkan hatiku untuk melanjutkan ceritaku. 

"Mas, jujurlah dulu. Anak yang mas asuh adalah anak mas kan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun