"Ayah jahat, bu guru. Aku tak mau pulang..."
Aku merayu Husna agar mau pulang bersama ayahnya. Nihil. Husna tetap tak mau ikut ayahnya. Sementara aku merasa tak berdaya. Ingin menolak keinginan putriku itu. Kuingat tatapan sinis nenek Husna ketika aku mengikuti keinginan ayah Husna untuk menemuinya di ruang perawatan nenek Husna.Â
Ayah Husna tetap tak bisa meyakinkan ibunya untuk menyatukan aku dan putriku, apalagi dengannya. Dulu aku sudah bertekad tak mau membuka hati lagi untuk ayah Husna. Namun karena hampir setiap hari aku melihatnya mengantar jemput Husna, perasaan rindu akan ayah Husna kembali hinggap di hatiku.Â
**
Husna terpaksa mengikuti keinginanku dan ayahnya untuk pulang ke rumah keluarganya. Dalam hatiku muncul pertanyaan, mengapa Husna begitu marah dan tak ingin pulang. Biasanya dia bisa mudah diberi pengertian ayahnya atau aku.Â
Sesampai di rumah. Seorang perempuan yang wajahnya tak asing menunggu di beranda rumah. Dia tak lama berada di rumahku. Tanpa masuk rumah. Dia menyampaikan sesuatu yang benar-benar membuatku shock. Husna akan memiliki adik dari perempuan itu.Â
Mungkin alasan itulah yang membuat Husna begitu marah. Iya.. Dia pantas marah pada ayahnya.Â
**
Hatiku benar-benar kacau. Aku merasa muak jika harus bertemu ayah Husna di sekolah. Aku putuskan untuk pamit kepada Kepala sekolah. Aku ingin menata hatiku sebelum kumenghibur hati Husna.Â
Sampai akhirnya pukul tujuh lebih sepuluh menit ayah Husna menghubungiku. Berkali-kali telepon masuk. Begitupun pesan.Â
**