Anak itu menggeleng dan menggandeng tanganku. Hatiku menangis. Seakan mau meledak.Â
Seharusnya kamu tak sekolah di sini, Husna. Nenek bisa marah kalau tahu. Entah mengapa ayahmu berbuat nekat seperti ini, batinku.Â
**
"Aku ingin Husna dekat ibunya. Meski cuma ketika di sekolah," WA dari ayah Husna.Â
Tak kubalas WA itu. Aku tak tahu harus bahagia atau sebaliknya. Terus terang aku lebih bersemangat ketika tahu ayah Husna mendaftarkan anak kami di sekolah tempat kerjaku.Â
Bisa melihat tingkah polah, mendengar suaranya, kenakalannya yang tak kulihat selama enam tahun lebih. Yang jelas aku harus tetap mensyukuri itu. Membersamai buah hati, dan enam tahun berikutnya berpisah lagi.Â
Mengenai identitas ibunya, tetap akan kurahasiakan seperti permintaan nenek kakek Husna. Biarlah Husna hanya tahu kalau nama bu guru sama dengan ibunya, selamanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H