"Kamu akan bersaing dengan Indra, Syaf. Kamu harus perjuangkan Hida. Itu kalau kamu nggak mau nyesel..."
"Bersaing untuk Hida? Sepertinya tak akan terjadi, Amru"
Kudengar Amru protes atas perkataan Mas Syafri.Â
"Apa yang terjadi di hidupku biar mengalir. Aku tak mau protes dan marah pada Allah jika aku berjuang untuk seorang perempuan dan ternyata tak berjodoh. Jadi ya tak usah saingan. Lucu kan kalau aku harus melakukan seperti di sinetron-sinetron? "
Aku menahan sesak di dada ketika kumendengar kalimat Mas Syafri.Â
"Aku hanya menitipkan asa dan hajatku kepada Allah, Amru. Jika memang berjodoh, kuminta suatu saat dipertemukan"
***
Di setiap sepertiga malamku, kubersujud. Berdoa untuk masa depanku. Kelancaran kuliahku. Targetku tahun keempat kuliah skripsi selesai dan wisuda. Lanjut bekerja dan kuliah Pasca Sarjana.Â
Aku memang punya impian yang tinggi. Sebagai perempuan yang kesetaraan gendernya sudah diperjuangkan RA Kartini, Nyi Ahmad Dahlan, Dewi Sartika, aku harus memaknainya seperti tingginya cita-cita dan harapanku. Aku sangat terinspirasi dengan para srikandi itu.Â
Namun ketika waktuku telah tiba untuk mengarungi bahtera rumah tangga maka aku akan sadar akan kodratku sebagai perempuan. Aku kan berusaha menjadi istri yang baik untuk suami dan ibu yang baik untuk anak keturunanku.Â
Jika merinduinya adalah zina dan berdosa, maka izinkan kumeminta Kau jaga hatiku untuk orang yang telah Kau siapkan dan tetapkan untukku ketika roh mulai mengisi daging di rahim ibu.Â