Menyisipkan harapan kepada Sang Pencipta membuat hati tentram. Tak ada rasa galau akan kelanjutan kisah asmaraku. Aku sibuk dengan aktivitas perkuliahan yang lumayan padat di semester lima. Aku maksimalkan mengambil beban studi 24 SKS.Â
Meski perkuliahan padat, aku berusaha untuk tetap aktif dalam kegiatan UKM Keagamaan di masjid kampus. Saat ini aku berusaha menjemput hidayah. Telah kusingkirkan tujuan awalku bergabung di UKM itu. Tak lagi kupikir sosok yang begitu kukagumi, Mas Syafri.Â
Benar-benar kujalani dengan ikhlas. Namun ada yang sedikit membuatku agak terkejut. Indra ---yang pernah menyatakan cinta padaku dan kutolak dengan halus--- ikut ke kegiatan UKM Keagamaan kampus di pertemuan terakhir.Â
Banyak teman yang merasa bersyukur dengan berhijrahnya Indra. Ya... dia laki-laki favorit di kampus, banyak cewek yang ingin memenangkan hatinya. Namun tak satupun ditanggapinya. Aku pun tak ambil pusing. Fokusku adalah kuliah dengan baik dan menebalkan ilmu akhirat.Â
"Mas Indra ingin dekat denganmu, mbak Hida", Intan mulai bercerita. Aku tak tahu dari mana dia mendapat informasi itu. Bisa jadi tujuan awal sepertiku dulu. Tujuan awalku memang ingin dekat dengan Mas Syafri. Namun akhirnya aku lebih berniat Lillahi Ta'ala.Â
"Makanya dia ikut kegiatan kita" lanjutnya.Â
Selanjutnya Intan memuji semangat Indra. Aku pun merasa salut dengan usahanya itu. Bukan berarti aku menerimanya. Bukan.Â
"Mas Syafri kemarin cerita banyak ke aku. Dia senang karena mendapat sahabat baru. Dia sangat mendukung Mas Indra..."
Deg. Meski aku telah menepikan kekagumanku pada Mas Syafri namun hati kecilku tak bisa bohong kalau aku berharap Mas Syafri-lah yang dipersiapkan Allah sebagai pendampingku kelak.Â
***
Rasanya agak kecewa. Dari cerita Intan, kusimpulkan kalau Mas Syafri seolah menyerah sebelum berjuang. Tambahan, secara tanpa sengaja pun ku mendengar perbincangan Mas Syafri dan Amru di dalam Sekretariat. Mereka tak menyadari kalau aku menguping pembicaraan mereka.Â