Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Riak-riak Cinta

28 April 2019   22:32 Diperbarui: 10 November 2019   00:28 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iya, kamu di rumah tapi hatimu entah kemana, batinku kesal. 

"Yaudah. Aku juga bisa kok curhat sama orang lain. Emangnya mas saja yang bisa?", aku mengakhiri perdebatanku.

***

Selepas perdebatan itu aku mencoba untuk  cuek. Aku tak lagi rajin masak, nyuci ataupun nyetrika. Kalau menyapu dan mengepel masih aku lakukan. 

Aku jadi mengimbangi mas Widi. Aku jadi sering pegang gawai. Kemanapun gawai selalu ada di tanganku. Aku sebenarnya tak curhat dengan orang lain mengenai rumah tanggaku. Nggak. Aku tak melakukannya. 

Kebetulan sekolah mau ada kegiatan visitasi akreditasi. Jadi antar guru lebih sering berkomunikasi. Bahkan sampai tengah malam. Ya karena kami harus saling melengkapi seluruh administrasi yang dibutuhkan. Lebih baik lembur di rumah daripada di sekolah. 

Oh iya. Setelah mas Widi memuji temannya yang menjadi lebih cantik, aku mulai belajar merias wajah secara minimalis. Biar tak kelihatan lugu banget. Aku nggak mau kalah sama perempuan itu. 

"Dik, kamu masak apa? Laper nih...", tanyanya masih dalam keadaan memegang gawai. Tahu kalau jadi istrinya aku hanya dicueki seperti itu, pasti dulu aku tak mau menerima lamarannya. 

"Suruh masakin temen mas saja. Aku sudah makan sama temen tadi...", ucapku cuek. Aku bicara sesungguhnya. Sebelum pulang bu Antik, kepala sekolah, seperti biasa beliau mentraktir anak buahnya. Jadi sampai di rumah aku tak makan lagi. Aku tak peduli suamiku sudah makan ataukah belum. Aku masih kesal dengannya. Inilah bentuk protesku atas kelakuannya. 

Mendengar ucapanku itu, dia marah. Dia bilang kalau istri itu tugasnya melayani suami, menyenangkan suami, masak buat suami. Dalam kondisi marah itu dia merebut gawai yang kupegang. Dan byarrrr! Gawaiku dibanting. Dia mengatakan gawaikulah yang membuatku lalai akan tugas dan kewajibanku. 

Aku menangis. Aku tak mengira dia kasar seperti itu. Dia melupakan janjinya. Dia tak menjagaku. Tak menemaniku di saat bahagia apalagi duka dan lelah. Dia menuntut ini itu, sementara kewajiban tak dilakukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun