"Kasihan. Sendirian aja, Ra. Sini aku temenin. Biar yang lain menikmati indahnya panorama alam di atas..."
Aku cuek mendengar suara menyebalkan itu. Aku hanya mengutak-atik HPku untuk menghilangkan rasa kesal. Tiba-tiba Tio menarik tanganku dan mengajak ke bagian tebing yang sering kulihat menjadi favorit untuk foto-foto. Ada gambar atau ukiran wayang yang menakjubkan.Â
"Mbaknya senyum, mbak. Trus masnya yang romantis ya. Siap. Saya kasih aba-aba ya. 1,2,3..."
"Udah, Yo. Sudah banyak fotonya. Aku capek.. ",sungutku.
"Eits... sebentar. Kita ke photo spot aja ya. Di sana...". Tio menunjukkan arahnya. Aku tak yakin mau ke sana.Â
"Kamu bakal nyesel kalau nggak ke sana. Percaya deh..."
Lagi-lagi aku terpaksa manut. Dia menggandeng tanganku. Aku protes dan mencoba melepaskan genggaman tangannya.Â
"Sudah saatnya temen-temen tahu hubungan kita, Ra. Apa nggak capek musti bersandiwara terus? Kalau aku sendiri capek. Mana tahan..."
"Tapi..."
"Nggak ada tapi-tapian..."