"Oke. Aku kasih. Tapi kamu ambil sendiri", secepat kilat HP itu dimasukkan ke saku celananya.Â
Dia tersenyum puas melihatku keki.Â
***
Sore hari. Seperti biasa aku menyirami bunga yang ditanam di sekitar sekretariat. Wahyudi yang bikin kesel menemaniku. Ocehan-ocehan dari mulutnya tak kudengarkan.Â
"Aku mau bicara sebentar sama Ira. Bisa kan, Yud?"
"E... pak ketua. Boleh. Kita ngobrol bareng sini. Biar tambah seru..", ucap Wahyudi.Â
"Aku mau bicara sama sekretaris saja, Yud. Bisa kamu tinggalkan kami sebentar?". Dengan nyerocos tak karuan Wahyudi meninggalkan kami.Â
Aku masih sibuk dengan bunga-bunga di taman. Tak ada obrolan antara aku dan Tio. Tio menyodorkan HPku. Aku mau meraihnya tapi HP itu ditariknya lagi. Hufft. Bikin kesel banget. Pingin kujitak kepalanya tapi tanganku tak sampai.Â
Aku gregetan diperlakukan seperti itu. Segera kuletakkan gayung dan ember kosong yang tadi kugunakan untuk menyirami bunga. Aku menuju teras sekretariat. Tio mengejar dan meraih paksa tanganku.Â
"Sebentar, Ra. Aku mau bicara..."
Kuhentikan langkahku. Aku sewot dan diam saja. Kesalku semakin menjadi-jadi. Setiap apa yang kulakukan pasti salah, sering bertengkar. Tio menghela nafas.Â