Tayangan televisi akhir-akhir ini membuat para orangtua seperti saya dan pendidik menjadi ketar-ketir. Pendidik digaji "murah" untuk mendidik dan memperbaiki akhlak dan karakter anak.
Di sisi lain para sineas atau pembuat acara televisi dibayar "mahal" malah merusak generasi. Meskipun sebenarnya bisa jadi mereka tak bermaksud seperti itu. Tayangan atau tontonan yang disajikan di berbagai stasiun televisi kebanyakan sarat dengan pesan yang negatif terutama infotainment, sinetron dan variety show.Â
Para penggagas tontonan televisi baik infotainment, sinetron dan variety show sekadar memikirkan untuk mendapatkan rating tinggi dan keuntungan tanpa memperhatikan apakah tontonan itu membawa manfaat bagi pemirsa televisi ataukah tidak.Â
Semasa kecil saya dulu, stasiun televisi tak terlalu banyak. Siaran televisi pun terbatas, tak seperti sekarang, ada siaran televisi non stop 24 jam. Dulu stasiun televisi TVRI yang berperan untuk memberikan edukasi kepada penonton. Meski siaran TVRI hanya mulai dari pukul 15.00 sampai pukul 00.00 namun tayangan atau acaranya benar-benar berkualitas.Â
Melihat perbedaan tayangan televisi yang cukup mencolok dan memprihatinkan, saya sendiri akhirnya membuat keputusan untuk tidak menonton televisi terutama untuk tontonan khusus emak-emak. Saya lebih baik mengalah sama anak-anak. Anak-anak saya biarkan menonton film kartun seperti Adit Sapa Jarwa, Upin dan Ipin, Pada Suatu Masa di stasiun MNC TV. Â Atau tontonan kartun di RTV.Â
Namun sayang ketika mereka menonton film kartun ternyata tak selamanya isi dan nilai sesuai usia anak-anak. Masih ada bagian isi film kartun yang mengisahkan anak-anak sudah menyukai lawan jenis. Waduh... jadi galaulah saya. Anak dinasehati untuk memindah chanel televisi juga harus butuh kesabaran tinggi. Pengarahan dan pendampingan harus benar-benar dilakukan demi tumbuh kembang normal anak-anak.Â
Nah menurut saya kalau tontonan anak yang lebih pantas dinikmati anak-anak, Â seusia TK atau SD, ada Dudidudidam. Di acara tersebut anak bisa mengenal lagu anak-anak karya pencipta lagu seperti AT Mahmud, Ibu Sud, Papa T Bob dan sebagainya. Lagu anak-anak di masa tahun 90an sarat nilai positif bagi anak. Tak seperti saat ini. Jarang sekali lahir lagu anak-anak yang memiliki nilai positif. Terkadang ada pencarian bakat untuk anak tetapi materi lagu malah lagu untuk orang dewasa. Ini yang sangat disayangkan.Â
Memang tontonan televisi memiliki dampak luar biasa bagi anak-anak. Tak kalah dengan dampak pemakaian gawai. Apakah dampaknya?Â
Dampak Positif Tontonan Televisi bagi Anak- anak
Sebagai sarana hiburan anak
Setelah anak-anak pulang sekolah pasti capek dan butuh istirahat. Mereka bisa kita beri waktu untuk tidur atau menonton televisi setelah makan siangnya. Istirahat di rumah sepulang sekolah harus dibiasakan.
Orangtua harus "greteh" atau terus mengingatkan karena pastinya di sekolah guru sudah memberikan nasehat agar para siswa istirahat di rumah. Jika anak mau dolan bareng teman-teman maka bisa mereka lakukan di sore hari.Â
Belajar di sekolah pasti melelahkan sehingga menonton televisi bisa menjadi alternatif bagi anak untuk mendapatkan hiburan. Tujuannya agar anak tidak stress dan otak bisa fresh kembali.Â
Memberikan wawasan yang luas dan mendukung pendidikan anak
Selain tayangan musik yang bisa menghibur ternyata dari menonton televisi maka wawasan anak bisa lebih luas. Bahkan film kartun pun bisa memberikan pengetahuan luar biasa bagi anak.Â
Pernah anak sulung saya ketika masih balita tiba-tiba bilang kalau mau menggambar ubur-ubur. Padahal saya tak pernah memberitahukan tentang ubur-ubur. Apalagi tempat tinggal jauh dari pantai. Kok dia bisa tahu? Saya terheran-heran. Teman kerja pun juga bertanya hal serupa. Ternyata oh ternyata dia tahu tentang ubur-ubur dari kartun Spongebob.Â
Selain itu pengetahuan tentang musim pun diperoleh dari film kartun. Dari film Dora Emon, Â Maruko Chan anak tahu tentang musim semi, musim gugur, musim panas dan musim dingin.Â
Jadi kita tidak bisa memandang sebelah mata akan film kartun. Pun tayangan tentang keragaman bangsa, proses pembuatan susu dan lain-lain juga tak kalah dalam memberikan informasi yang sangat penting bagi anak dan bisa lebih memberikan pemahaman anak akan materi pelajaran yang dipelajari di sekolah.Â
Menambah perbendaharaan kosakata dan berbahasa anak
Tayangan televisi mau tak mau pasti mengandalkan audio visual dalam penyajian tayangannya. Dari sini maka anak bisa memperoleh perbendaharaan kata yang lebih kompleks. Pun kemampuan berbahasa anak juga bisa lebih terasah.Â
Saya jadi ingat dengan si sulung. Ketika masih TK--usia balita-- kosakata bahasa Melayunya cukup tinggi. Cara berbicara pun meniru logat Melayu. Mengapa bisa begitu? Dia hobi sekali menonton Upin dan Ipin.
Saya pribadi sempat khawatir juga dengan cara bicara si sulung. Namun saat ini kosa kata bahasa Melayu dan logatnya sudah pudar. Dia lebih senang menonton tontonan seperti Laptop si Unyil.
Dampak Negatif Tontonan Televisi bagi Anak-anak
Disamping dampak positif tayangan televisi juga memiliki dampak negatif bagi anak. Apa sajakah itu?
Kualitas  kesehatan turun
Seperti halnya ketika kita memanfaatkan gawai secara berlebihan maka akan berdampak pada kesehatan. Terutama kesehatan mata. Terlalu banyak menonton dapat mempersempit arteri pada retina mata, setidaknya itu merupakan hasil penelitian di University of Sydney.Â
Dampak lain dari seringnya menonton televisi pada anak usia 2-10 tahun, apalagi lebih dari dua jam, maka akan berisiko 30% lebih tinggi pada gangguan tekanan darah. Ini juga beresiko menderita gangguan pada jantung.
Anak menjadi pasif secara fisik dan mental
Jujur atau tidak, Â diakui atau tidak seseorang atau anak yang sering menonton televisi maka dia akan ndhingkleng atau fokus menonton. Dipanggil orangtua juga tidak menggubris. Mereka akan asyik dengan tayangan televisi. Akan tetapi fokus untuk belajar menjadi terganggu.Â
Jika kondisi ini tidak segera ditangani maka khawatirnya secara fisik dan mental akan terganggu. Anak jarang bergerak atau melakukan aktivitas fisik sehingga kesehatan juga bisa terganggu. Â Bahkan mentalpun bisa terganggu. Mereka bisa uring-uringan ketika tertinggal menonton tayangan televisi favoritnya.
Anak menjadi jauh dari dunia buku dan bacaanÂ
Ini merupakan dampak yang biasa membuat orangtua, terutama emak-emak, menjadi gregetan dan marah kepada anaknya. Anak tak mau belajar, tak mau mengulangi pelajaran yang sudah didapatkan di sekolah, apalagi membaca. Padahal buku adalah jendela dunia. Buku atau bacaan lainnya yang dibaca akan memberikan pengetahuan yang luas bagi anak.Â
Namun ketika anak sibuk menonton televisi maka buku hanya akan tertumpuk di meja belajar. Dampaknya si anak akan kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Otomatis secara akademis kemampuan anak akan berkurang.Â
Meningkatkan gaya hidup konsumtif
Dampak ini berkaitan dengan iklan yang wira-wiri di layar kaca, di jeda tayangan televisi. Beragam produk diiklankan akan membuat anak kepingin menikmati, memiliki dan merasakan produk tersebut.Â
Mau tidak mau, dengan sedikit terpaksa, sang ibu menuruti keinginan anak. Akan tetapi akan lebih baik jika tak semua keinginan anak dipenuhi agar mereka bisa belajar bahwa tak semua yang diinginkan bisa terpenuhi. Agar perilaku konsumtif bisa ditekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H