"Sebagai negara di tempat rawan bencana alam, ring of fire , kita harus siap merespons dan tanggung jawab menghadapi segala bencana alam. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita," ujar Presiden Jokowi, saya kutip dari viva.co.id.
Pertama kali saya mengutip pernyataan presiden Joko Widodo berkaitan dengan rencana edukasi kebencanaan pada kurikulum kita. Menarik memang. Indonesia yang berada di sekitar garis khatulistiwa memang rawan bencana. Berada di ring of fire penyebabnya.Â
Lalu perlukah pendidikan khusus kebencanaan? Saya ingat ketika duduk di SMP dulu saya mendengar istilah ring of fire pertama kali. Saya masih kesulitan membayangkan seperti apa sih dampak kalau kita di negara yang rawan bencana. Kenapa? Waktu saya duduk di SMP, tahun 1992-an, di Indonesia jarang sekali terjadi bencana, apalagi gempa.Â
Lain lagi dengan anak SD atau bahkan TK zaman sekarang, mereka sudah tak asing dengan istilah gempa dan dampaknya. Meskipun penyebab terjadinya gempa masih sulit dibayangkan oleh otak mereka. Kenapa? Mereka sudah pernah mengalami, Â atau minimal pernah melihat wilayah lain yang mengalami bencana alam.Â
Mereka sudah mendapatkan materi pelajaran tentang gejala alam baik melalui pelajaran  IPA maupun IPS. Bahkan pada muatan lokal Bahasa Jawa pun dimasukkan juga materi tentang bencana alam. Cuma memang antara kelas rendah sampai kelas atas, untuk SD, pengenalannya sesuai dengan  tingkatan pemahaman mereka.Â
Pada tingkat kelas bawah dikenalkan tentang banjir,  tanah longsor. Lain lagi di kelas atas. Materi tentang gejala alam dimasukkan ke dalam pelajaran  IPS kelas VI. Itu untuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sedangkan untuk Kurikulum 2013 saya belum terlalu hafal.Â
Untuk tingkat SMP materi tentang gejala alam juga diberikan dalam mata pelajaran IPS kelas VII pada kurikulum KTSP. Kemungkinan materi ini masih diberikan di kelas yang sama.Â
Menurut hemat saya, dalam kurikulum tak perlu dibuat mata pelajaran khusus kebencanaan. Materi pelajaran sudah terlalu banyak dan padat. Jika diberikan dalam pelajaran khusus, maka akan membebani siswa.Â
Mengubah kurikulum pun tak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Pengadaan buku pelajaran untuk K13 edisi revisi 2017 saja masih sulit terpenuhi. Apalagi kalau sudah direvisi lagi. Akan lebih menghambat jalannya pembelajaran di kelas.Â
Rapor pun akan berubah lagi. Kalau ada guru yang suka membuat rapor dengan aplikasi maka harus sabar menunggu aplikasi terbaru. Guru yang menggunakan rapor manual, meski harus diketik dan diprint, juga menunggu format terbaru serta Kompetensi Dasarnya untuk pengisian capaian siswa pada mata pelajaran tersebut.Â
Oleh karena itu, mungkin pengenalan tentang bencana alam bisa disisipkan pada materi tertentu pada tiap tingkatan kelas. Pada momen tertentu seperti Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional pun bisa disosialisasikan serta diadakan simulasi tentang bencana tersebut. Bagaimana menyikapi gempa bumi dan sebagainya. Sekolah kami juga pernah mengenalkan kebencanaan dalam momen tertentu.Â
Langkahnya. Siapkan gambar untuk menjelaskan cara penyelamatan ketika terjadi gempa. Seluruh siswa berkumpul di halaman untuk menerima penjelasan tentang cara evakuasi ketika gempa. Dilanjutkan dengan praktik atau simulasi. Siswa masuk kelas dan bunyikan alarm atau bel sekolah. Para siswa keluar kelas pelan-pelan sesuai petunjuk guru.Â
---
Pict: suaramerdeka.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H