Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbeda Agama Tak Menyurutkan Persahabatan

24 Desember 2018   06:26 Diperbarui: 24 Desember 2018   07:30 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika aku duduk di SMP, dulu SLTP, aku masuk kelas A. Entah kenapa oleh Panitia Penerimaan Siswa Baru aku dimasukkan kelas ini. Padahal kemampuan otakku tidaklah terlalu pintar. Biasanya dari tahun ke tahun siswa yang masuk kelas A itu pintar. Dan siswa muslim seperti aku harus berhadapan dengan siswa beragama Kristen. Untuk jumlah persisnya aku lupa. Yang jelas waktu itu dalam satu kelas terdiri dari 40 siswa.

Dari seluruh siswi muslim di kelas kami hanya ada tiga siswa yang mengenakan jilbab. Yang lain tak berjilbab. Itu bukan masalah bagiku. Zaman dulu, sekitar tahun 1992, memang belum banyak siswi muslim yang berjilbab. Dalam satu angkatan saja ada 4 siswi yang berjilbab.

Oh...iya. Pada saat awal aku di kelas 1, sekarang kelas VII, aku dan kembaranku sempat dipanggil oleh guru senior, Pak Sumit namanya. Aku kaget sekali. Ada apa gerangan, kok aku sampai dipanggil oleh beliau?, Tanyaku dalam hati.

"Apa kamu yang laporan ke Bu Rowi kalau aku tak memperbolehkan kamu berjilbab?", Beliau bertanya pada kami.

"Laporan, pak? Tidak, pak.", Jawab kami.

"Lha kok ada laporan kalau aku tak memperbolehkan kamu berjilbab. Lha terus siapa yang laporan?"

"Mungkin Atun, pak"

"Tadi dia sudah aku panggil. Katanya dia nggak laporan", terang pak Sumit. Beliau merasa kesal dengan laporan itu. Tapi terus terang aku dan saudara kembarku tak laporan. Wong kami sudah paham aturannya kok. Yang jelas dulu ketika masih masa orientasi siswa kami memang belum diperbolehkan berjilbab karena seragam merah putih kami masih lengan pendek.

"Kalau pakaiannya pendek, jangan berjilbab dulu", begitu pengumuman dari pak Sumit. Dan kami sudah merasa paham. Kami boleh berjilbab asal benar-benar mengenakan pakaian lengan panjang dan rok panjang. Sudah jelas bagi kami. Sedangkan Atun memang selama masa orientasi siswa masih berpakaian lengan pendek dan rok pendek, tapi sudah berjilbab. Oleh karenanya asumsi kami Atun-lah yang laporan. Kami berdua juga tak cerita ke ibu tentang pengumuman dari sekolah.

"Aku juga Islam lho,mbak. Mosok aku melarang anak perempuan berjilbab. Dosa aku.", Beliau tampak menahan emosinya.

"Ini tadi Bu Rowi bilang ada ibu-ibu yang protes karena anaknya tidak boleh berjilbab. Dari mana asal ceritanya coba kalau aku melarang siswi berjilbab..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun