Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Juara Kelas Bukan Segalanya

10 Desember 2018   10:45 Diperbarui: 10 Desember 2018   10:53 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari Jumat, 14 Desember 2018 yang akan datang, di provinsi Daerah Istiewa Yogyakarta sekolah-sekolah  menyerahkan hasil belajar  siswa untuk semester gasal tahun ajaran 2018/ 2019. Ada hal  yang  menarik yang biasa kita lihat dan dengar ketika pembagian buku hasil belajar atau Rapor siswa. Banyak sekali siswa yang menanyakan siapa yang menjadi juara.

Sebenarnya juara kelas atau tidak, bukan menjadi hal yang begitu penting dalam dunia pendidikan. Siswa tak perlu dikotak-kotakkan dalam prestasi akademik. Toh keseharian para siswa dan orangtua siswa sudah tahu dan hafal dengan kemampuan buah hatinya. Itu kalau setiap hari sepulang sekolah para orang tua mengecek buku dan tugas si anak. Akan tetapi apabila orang tua hanya cuek bebek dengan keseharian anak ketika di sekolah ya tak bakalan tahu.

Mulai tahun ajaran ini mungkin pola pemikiran orang tua terhadap prestasi akademik ketika akhir semester atau akhir tahun pelajaran harus diubah. Mengapa?  Hal itu karena hasil belajar merupakan kombinasi dari proses yang sangat panjang dalam kegiatan pembelajaran di kelas dan di rumah. Ingat ya, ibu dan bapak. Belajar tak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga di rumah. Kalau di sekolah seluruh tanggung jawab pembelajaran ada di tangan pendidik di sekolah. Akan tetapi bila anak sudah di rumah tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan orang tua atau keluarganya.

Pendidikan anak atau pintar tidaknya anak tidak boleh hanya digantungkan ke sekolah. Kita bandingkan saja perbandingan anak ketika berada di sekolah dan di rumah, pasti lebih banyak di rumah. Perbandingannya hampir 7: 17.

Stop mengagungkan juara. Agungkan saja proses belajar putra-putrinya ketika di sekolah dan rumah. Senang dan banggalah jika anak mau belajar dengan baik. Kenapa? Kalau anak belajar dengan baik maka secara otomatis mereka akan berhasil dalam sekolahnya.


Lalu bagaimana proses belajar di rumah bisa terlaksana? Pertama, motivasi terus putra-putrinya untuk belajar. Memang cukup berat dan bisa mem buat emosi atau marah. Akan tetapi kalau mereka terbiasa dimotivasi maka mereka merasa lebih diperhatikan oleh orangtuanya. Bimbing putra-putrinya ketika merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas. Mungkin sampai di sini banyak keluhan dari orang tua, " materinya terlalu sulit", " ini materi pelajarannya kok seperti materi pelajaran SMP dulu ya, bu..." dan masih banyak keluhan lainnya yang sering terdengar. Tapi orangtua tak boleh pantang menyerah demi buah hatinya. Orangtua juga harus memotivasi diri sendiri untuk belajar. Pada dasarnya orangtua adalah guru bagi anaknya. Dan guru harus selalu belajar. Para guru di sekolah pun tak pernah berhenti belajar.

Tumpukan buku literasi memenuhi meja dan softcopy materi yang bisa menunjang materi pelajaran tersimpan di laptop masing-masing guru. Akan tetapi kalau orangtua merasa sulit mempelajari materi pelajaran putra-putrinya maka langkah kedua, silakan berkomunikasi dengan bapak ibu guru yang mengampu kelas putra-putrinya. Jangan malu-malu untuk bertanya. Saya yakin bapak ibu guru sangat welcome untuk menjelaskan materi yang dirasa sulit. Hilangkan keluhan bahwa anak tak mau belajar. Mereka butuh didampingi, tak hanya disuruh belajar. Mungkin dalam pikiran mereka, " aku mau belajar apa, tadi dijelaskan sama bapak ibu guru sudah bingung. Apalagi di rumah. Ibu sama bapak ditanya juga marah...". " Ibu atau bapak malah sering pegang hp, Bu... Kalau aku tanya ke mereka malah dimarahi..."


Nah loh...kalau sudah begitu, ketika orangtua sadar kalau materi pelajaran sulit dan orangtua  tak mau membimbing di rumah, kira-kira putra-putrinya bias mengikuti pelajaran atau tidak? Jangan hanya bertanya, " kenapa anakku ranking terakhir?" Terus galau banget, sementara si anak nangis- nangis tak karuan.

Mari ciptakan proses pembelajaran yang baik bagi putra-putri kita. Ada tiga hal yang menyebabkan anak bisa berhasil dalam belajar yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat atau tempat tinggal. Kalau hanya salah satu yang berperan, yakinlah putra-putri ibu bapak tak akan sukses dalam belajar. Makanya saya selaku salah satu guru pengampu sering mengirimkan pesan di grup Paguyuban Orangtua/ Wali Siswa untuk selalu memantau belajar si anak ketika libur panjang

Monggo ditanyakan ke hati nurani masing-masing. Sudahkah ibu bapak memberikan perhatian dan bimbingan di rumah? Bagaimana pergaulan di masyarakat? Bagaimana komunikasi dengan guru?

Anak saya sendiri tak juara. Kemarin dia sedih, tetapi saya bilang ke dia kalau tak apa-apa dia tak juara. Yang penting sudah berusaha. Besok lagi di kelas dan di rumah harus lebih banyak belajar dan patuh sama guru serta ibu bapaknya dirumah, dan yang paling utama mau belajar. Tak boleh terlalu sering nonton tivi atau pegang hp. Itu nasehat untuk putri saya kemarin.
Pada akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun